BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah agama yang penuh dengan aturan. Baik dalam
hal hubungan dengan Allah SWT., maupun dengan sesama manusia. Hubungan dengan
sesama ini mencakup dalam beberapa aspek kehidupan diantaranya tata negara
atau pemerintahan. Tata negara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan seperangkat prinsip dasar
yang mencakupi peraturan susunan pemerintahan, bentuk negara dan sebagainya
yang menjadi dasar pengaturan suatu negara. Berangkat dari pengertian ini
dan dengan mengacu pada aspek pembahasan, maka dalam makalah ini akan di
jelaskan bagaimana tata aturan pemerintahan dalam Islam pada masa Dinasti
Umayyah, Dinasti Abassiyah, dan Turki Utsmani.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tata negara dan pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah,
Dinasti Abassiyah, dan Turki Utsmani?
2.
Bagaimanakah pemikiran
dan analisa serta gambaran secara umum tentang ketatanegaraan dan kekuasaan pemerintah dari ketiga periode
tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Masa Pemerintahan Dinasti Umayyah
Setelah goncatan perang dan umat di masa pemerintahan Dinasti Umayyah
mulai meredam, maka Umayyah mulai menata politik dan pemerintahan. Perubahan politik yang dilakukan Muawiyah adalah memindahkan ibu kota
Negara ke Damaskus. Perubahan lain yang dilakukan Muawiyah adalah
mengganti sistem pemerintahan yang bercorak syura dengan pemilihan kepala
Negara secara penunjukan.
Selain itu, Bani Umayyah juga melakukan berbagai penyempurnaan di bidang
administrasi Negara (birokrasi), perekonomian
dan kesejahteraan rakyat. Struktur pemerintahan pusat terdiri dari
lima dapartemen, yaitu Diwan al-Jund (militer), Diwan
al-Kharaj (perpajakan dan keuangan), Diwan al-Rasa'il (surat
menyurat), Diwan al-Khatam (arsip dan dokumentasi negara) dan Diwan
Al-Barid (pelayanan pos dan registrasi penduduk).
Dalam pemerintahan daerah, wilayah kekuasaan Bani Umayyah dibagi menjadi
lima propinsi besar, yaitu:
a.
Hijaz
,Yaman dan Arabia
b.
Mesir
bagian utara dan selatan
c.
Irak
dan Persia
d.
Mesopotamia,
Azebaizan dan Armenia
e.
Afrika
Utara, Spanyol dan Prancis bagian selatan
Tiap-tiap propinsi dipimpin oleh seorang gubernur yang bertugas
menjalankan administrasi politik dan militer untuk wilayah masing-masing. Dalam bidang birokrasi, bani Umaiyah mempelopori pembentukan
pengawal pribadi khalifah (hajib). Struktur pemerintahan pusat terdiri dari 5
depatemen yakni militer, perpajakan dan keuangan, surat menyurat, arsip dan
dokumentasi Negara serta layanan pos dan registrasi penduduk. Masing-masing
departemen dipimpin oleh seorang sekretaris
(katib).
Dalam perekonomian
dan peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerintahan bani Umayyah mencatat
perkembangan yang pesat. Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan
(65-86 H), alat tukar mata uang Bizantium dan Persia yang terjadi sebelumnya
diganti dengan mata uang yang dicetak sendiri dan memakai bahasa Arab.
Untuk
mensejahterakan penduduk,
bani Umaiyah memberikan tunjangan yang besar yang disesuaikan menurut jasa
masyarakat. Kekuasaan bani Umaiyah runtuh setelah berjaya hampir seratus
tahun. Adapun faktor internal penyebabnya antara lain
a.
Bani
Umaiyah yang memisahkan kekuasaan agama dan politik.
Pada masa pemerintahannya, bani Umaiyah menetapkan Platform
sebagai negara sekuler. Hal ini menimbulkan ketidak senangan dikalangan
rakyat.
b.
System
suksesi berdasarkan warisan.
Dengan
system ini tidak ada kesempatan bagi masyarakat menilai kualifikasi pemimpin
mereka.
c.
Politik
diskriminatif kerajaan terhadap non-Arab
2.
Masa Pemerintahan Dinasti Abassiyah
Kebijakan
terpenting yang dilakukan Khalifah Dinasti Bani Abbas yaitu al-Manshsur
adalah memindahkan Ibu Kota pemerintahan ke Baghdad pada tahun762 M. Ada beberapa hal
penting yang dilakukan oleh khalifah-khalifah Bani Abbas dalam menjalankan
pemerintahan. Bani Abbas mengembangkan sistem pemerintahan dengan
mengacu pada empat aspek, yaitu:
1. Aspek Khilafah
Bani
Abbas memepersatukan kekuasaan agam dan politik. Khalifah memerintah
berdasarkan mandate dari Tuhan dan bukan pilihan rakyat. Oleh karena itu
kekuasaannya adalah suci dan mutlak harus dipatuhi oleh umat. Menurut prinsip
ini kekuasaan khalifah bersifat absolut dan tidak boleh digantikan samapi
meninggal.
2. Aspek Wizarah
Wizarah
adalah salah satu aspek dalam kenegaraan yang membantu tugas kepala negara,
sedangkan wazir adalah orang yang membantu dalam pelaksanaan tugas
kenegaraan.
3. Aspek Hijabah
Hijab
adalah penghalang, dan hajib (petugas) hijab berarti pengawal khalifah yang
bertugas menghalangi dan membatasi agar tidak semua orang bebas bertemu
khalifah.
4. Aspek
Kitabah
Membentuk jabatan katib untuk mengkordinir
masing-masing departemen dalam membantu pemerintahan wazir. Katib bertugas
mengawasi administrasi departemen dan menjalankannya sesuai petunjuk khalifah
dan wazir.
Selain empat aspek
tersebut diatas, untuk urusan daerah (propinsi), Khalifah Bani Abbas
mengangkat kepala daerah ( Amir ) sebagai pembantu
mereka. Ketika Khalifah masih kuat, sistem pemerintahan ini bersifat
sentralistik. Namun setelah kekuasaan pusat lemah, masing-masing Amir
berkuasa penuh mengatur pemerintahannya sendiri. Sampai pada akhirnya
banyak daerah yang melepaskan diri dari kekuasaan pusat. Pada masa
al-Saffah daerah kekuasaan bani Abbas terbagi menjadi dua belas propinsi.
Seperti halnya masa
Bani Umayyah, kekuasaan yudikatif dibagi ke bidang hisbah, al-Qadha ' dan al-Mazhalim . Tugas
dan kewenangan mereka juga tidak berbeda dengan waktu yang sebelumnya namun
selain tiga bidang tersebut, Bani Abbas juga membentuk lembaga peradilan
militer.
Dalam perekonomian,
sumber pendapatan terbesar Negara berasal dari pajak Negara. Selain pajak, sumber
devisa Negara lainnya adalah pada pertanian, perdagangan dan industri. Setelah
mengalami kemajuan tersebut, lambat laun pemerintah bani Abbas pun mengalami
kemunduran dan kelemahan, sampai akhirnya pada 1258 M, Daulat ini hancur
diserang oleh tentara Mongol dibawah pimpinan Hulaghu Khan.
3.
Ketatanegaraan Pada Masa Turki Usmani
Dinasti ini didirikan oleh suku nomad Kayi yang dipimpin
Sulaiman Syah yang menyelamatkan diri dari serangan mongol. Mereka membantu
Sultan Alaiddin dari Saljuk dalam memerangi tentara Romawi. Akibat diserang
bangsa mongol, kerajaan ini menjadi terpecah-pecah. Hal ini dimanfaatkan oleh Usman untuk
membentuk pemerintahan yang baru.
Dalam pelaksanaan kekuasaan
pemerintahan, penguasa imperium Usmani bergelar Sultan dan khalifah
sekaligus. Sultan untuk masalah duniawi dan khalifah untuk masalah keagamaan. Kebijakan yang
diambil negara terlebih dahulu didiskusikan dan dibicarakan dalam lembaga
Divan-I Humayun. Lembaga ini adalah pusat organisasi pemerintahalam masalah
keagamaan, usman dibantu oleh para mufti dan Kadi. Mufti sebagai penafsir hukum dan kadi pelaksaannya. Sultan
berhak membuat undang-undang sendiri. Peraturan yang dibuat Sultan dinamakan Kanun yang
memiliki tiga kategori, yakni sifatnya khusus pada topik tertentu, mengacu
pada wilayah tertentu dan secara umum diterapkan dalam kerajaan.
Dalam sitem pemerintahan didaerah
Sultan dibantu kadi dan Bey. Bey adalah gubernur yang berasal dari militer
dan menjadi wakil sultan dalam bidang eksekutif. Selama periode 1808, terjadi
berbagai pembaruan dalam kerajaan Usmani. Pada
masa Mahmud II dikembangkan demokrasi yang melanggar tradisi aristokrasi dan
monarki. Usaha Mahmud II memasukkan pengaruhnya dilanjutkan oleh gerakan Tanzhimat mendapat
perhatian dari Mustafa Kemal. Kemal yang menjadi pelopor berdirinya negara
Turki modern dan berakhirlah kekuasaan kekhalifaan Islam.
4.
Pemikiran dan Analisa serta
Gambaran secara Umum Tentang
ketatanegaraan dan Kekuasaan Pemerintah
a)
Badan Eksekutif
Dalam
konsep eksekutif, bahwa umat haruslah menyerahkan segala urusan umum kepada
khalifah. Oleh karena itu ada dua kewajiban pokok seorang khalifah: menegakkan
Islam dan mengurus urusan Negara dalam batas-batas garis ajaran Islam.
Yang
dimaksudkan mengurus Negara dalam batas-batas garis ajaran Islam antara lain,
keharusan menjalankan prinsip
ketatanegaraan Islam, seperti prinsip musyawarah yang tercermin dari
terbentuknya ahl halli wa al-aqdi, prinsip keadilan dan kepastian
hukum yang tercermin dalam lembaga peradilan. Sepuluh macam tugas pokok
seorang khalifah:
1.
Menjaga agama sesuai dengan ajaran dasar
yang pasti dan ajaran-ajaran yang telah ijma’ salaf ummat;
2.
Menjalankan hukum antara mereka yang
berselisih dan menghentikan permusuhan antara mereka yang bertengkar sehingga
keadilan merata;
3.
Menjaga keamana umum agar manusia bebas
berusaha bebas mencari penghidupan dan dapat melakukan perjalanan dengan aman,
tidak terancam jiwa dan hartanya
4.
Menegakkan hukum pidana hudud
5.
Memperkuat ketahanan Negara dengan
kelengkapan dan kekuatan
6.
Berjihad melawan musuh-mush Islam setelah
dilakukan dakwah
7.
Mengumpulkan harta, pajak, dan sedekah yang
telah ditetapkan oleh syara’
8.
Menetapkan uang keluar dari kas Negara
(menetapkan APBN)
9.
Mengangkat orang-orang yang dipercaya dan
jujur untuk memangku jabatan yang ada hubungannya dengan keuangan Negara
10.
Mengendalikan langsung dan memeriksa
urusan-urusan pemerintahan dan segala sesuatunya yang berhubungan dengan
Negara.
b)
Badan Ahlul Ikhtiar (Legislative)
Dalam
ketatanegaraan Islam, badan legislatife ini mulai dikenal pada masa Daulah
Bani Umayyah. Ia disebut dengan sebutan Ahl Halli Wa Al-Aqdi. Badan ini bertugas menyampaikan aspirasi rakyat kepada kepala
Negara dan juga ia berfungsi memilih seorang khalifah. Dan yang paling
penting peraturan perundang-undangan lahir atas kerja sama seorang khalifah
dengan lembaga ini.
Kenapa
lembaga ini disebut dengan ahl ikhtiyar, karena lembaga ini bertugas
memilih seorang khalifah. Pada hakikatnya banyak
terjadi perbedaan pendapat mengenai penyebutan lain dari lembaga ini, seperti
halnya al-Baghdadi menyebut lembaga ini dengan sebutan ahl ijtihad
karena tugasnya menetapkan hukum, Ibnu Taimiyah menyebutnya dengan sebutan ahl
asy-syaukah, sedangkan ulama’ lain menyebutnya dengan ahl syura.
Ahl
halli wa al-aqdi ini lebih popular dengan sebutan ahl
syura karena lembaga ini sebagai lembaga yang mencerminkan prinsip
musyawarah dalam ketatanegaraan Islam. Keberadaan ahl halli wa al-aqdi
ini secara yuridis tidak dijumpai didalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Namun
secara historis lembaga ini mengacu pada peristiwa pengangkatan Usman bin
Affan melalui mekanisme musyawarah yang dilakukan oleh enam sahabat senior
atas intruksi khlaifah Umar ibn Khattab.
Berangkat
dari praktek yang dilakukan oleh khulafa’ ar-rasyidun ini, para ulama’
siyasah menyebut dan merumuskan pandangannya perihal Ahl halli wa al-aqdi.
Al-Mawardi berpendapat Ahl halli wa al-aqdi ini sebagai representatife
perwakilan umat. Oleh karena itu ia memberikan syarat yang mutlak terhadap
mereka yang menjadi anggota Ahl halli wa al-aqdi, yaitu adil, mengetahui
dengan baik kandidat kepala Negara yang akan dipilih, dan mempunyai kebijakan
serta wawasan yang luas sehingga ia tidak salah dalam memilih seorang kepala
Negara.
Namun
tidak ada penjelasan secara memadai mengenai prosedur pemilihan anggota ahl
ikhtiar, dan tidak pula menjelaskan hubungan lebih jauh antara lembaga
ini dengan khalifah.
Para
ahli sejarah Islam berpendapat, selain lembaga ini berhak memilih khalifah,
lembaga ini juga mempunyai wewenang dapat menjatuhkan kepala Negara bila
terbukti tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan tuntutan agama.
c)
Badan Peradilan (Yudikatif)
Dalam praktek peradilan sejarawan menyebut
tiga unsur penopang tegaknya hukum pada masa itu, yaitu:
1.
Hakim
Hakim adalah orang yang berhak memeriksa,
mengadili, serta memutus suatu perkara hukum. Sehingga orang yang berhak
menjabat hakim haruslah memiliki ketentuan-ketentuan tertentu. Al-Mawardi
memberikan tujuh syarat bagi seorang hakim, yaitu:
a)
Laki-laki
Syarat
ini mengandung dua unsur sekaligus, yaitu baligh dan tidak wanita.
b)
Kemampuan akal pikiran untuk mengetahui
taklif (perintah), ia harus mempunyai pengetahuan tentang hal-hal yang
penting dan mampu membedakan sesuatu dengan benar cerdas, dan jauh dari sifat
lupa.
c)
Merdeka
d)
Islam
e)
Adil
Yang
dimaksud dengan adil adalah, berkata denagn benar, jujur, bersih dari hal-hal
yang diharamkan, menjauhi dosa-dosa, jauh dari sifat ragu-ragu, terkontrol
ketika senang dan marah, serta mengunakan sifat kesatria dalam agama dan
dunianya.
f)
Sehat pendengaran dan penglihatan
g)
Ia mengetahui hukum-hukum syariat,
ilmu-ilmu dasar beserta cabang-cabangnya.
2.
Wali pidana
Wali pidana ialah pejabat Negara yang
diberikan wewenang untuk mengajak pelaku pidana kepada keadilan dan melarang
pihak-pihak yang berperkara dari saling memusuhi. Seorang wali pidana harus
memiliki criteria antara lain:
a)
Memiliki kedudukan tinggi dimata masyarakat
b)
Perintahnya dipatuhi
c)
Berwibawa
d)
Bersih
e)
Tidak ambisius
f)
Menjauhi hal-hal yang sifatnya maksiat
g)
Lembaga al-Hisbah
Yang
dimaksud dengan lembaga hisbah adalah muhtasib yang kewenangannya
adalah menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar. Yang dimaksud
dengan muhtasib adalah petugas yang diangkat oleh pemerintah oleh
Sulthan (pemerintah), dan wilayah ini khusus menangani masalah moral dan
kesusilaan.
Dalam mengemban amanatnya sebagai penegak
hukum ,maka lembaga al hisbah memiliki tugas dan kewenangan pokok :
a)
Memberikan bantuan kepada orang-orang yang
tidak dapat mengembalikan haknya tanpa bantuan dari petugas hizbah.
b)
Mengawasi berlaku tidaknya undang-undang
umum dan adab kesusialaan yang tidak boleh dilanggar oleh umum.
c)
Memberikan putusan terhadap hal-hal yang
bersifat mendesak dan segera.
d)
Meneliti segala bentuk kemungkaran yang
menjadi tuntutan.
e)
Mengangkat pegawai-pegawai daerah atau untuk
urusan tertentu.
Atas dasar kewenangan yang dimiliki lembaga al
hisbah ini, maka petugas-petugas al hisbah (muhtasib)
memiliki tugas dan kewenangan untuk:
a)
Amar ma’ruf nahi mungkar
b)
Membimbing masyarakat memelihara
kemaslahatan umum
c)
Mencegah masyarakat utuk membangun rumah yang
menyebabkan sempitnya jalan umum
d)
Mencegah penempatan barang dagangan yang
mengganggu lalu lintas
e)
Mencegah buruh yang membawa beban yang
diluar batas kemampuan kendaraan
f)
Memerintahkan kepada pemilik rumah yang
hampir roboh utk merobohkan
g)
Memberikan pelajaran kepada guru-guru yang
memukul muridnya lebih dari kepatutan
h)
Menindak tetangga yang mengganggu hak
sesamanya tetangganya
i)
Menerima pengaduan, seperti penipuan
timbangan atau jual beli
j)
Mendesak orang yang menangguhkan pembayaran
hutang untuk segera melunasinya
k)
Meneliti
dan memperhatikan keadaan pejabat tinggi dalam memenuhi tugas kewajibannya.
BAB III
PENUTUP
Dari berbagai masa kepemimpinan dalam
dalam sejarah ketatanegaraan Islam dapat
kita simpulkan bahwa, kerajaan Islam adalah kerajaan yang demokratis.
Persamaan dan penghormatan terhadap hak-hak individu dilaksanakan dengan
baik. Dalam menjalankan praktek kenegaraan, pada umumnya diterapkan sitem
musyawarah dan bekerja sama. Dalam menyelesaikan masalah khalifah tidak hanya
membuat keputusan sendiri tetapi mendengarkan saran dan masukan dari sahabat.
kepentingan dan kesejahteraan rakyat sangat diperhatikan sekali. Kekuasaan tidak hanya dipegang oleh
khalifah dibagi
kepada lembaga-lembaga yang ada. System ketatanegaraan dalam Islam mengedepankan
prinsip keadilan dan moral. Demokrasi telah jauh berkembang pada masa
kekhalifaan dan sampai pada
saat ini. Kesejahteraan rakyat sangat diperhatikan dan
kebebasan beragama dijunjung tinggi dapat kita lihat pada masa pemerintahan
Nabi yang memberikan kebebasan beragama kepada semua umat.
|
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.