Belajarlah sampai ke Negeri China. Demikianlah bunyi salah
satu hadis Nabi Muhammad SAW. Terlepas dari status kesahehannya, tampaknya
hadits tersebut benar adanya, karena Tiongkok, sebutan Negeri China sekarang,
adalah sebuah negara dengan kemajuan terpesat di dunia, termasuk dalam bidang
pendidikan. Berikut catatan perjalanan Rektor Universitas Muhammadiyah Palangka
Raya, Bulkani saat berkunjung ke Tiongkok beberapa waktu yang lalu.
![]() |
FOTO BERSAMA: Penulis bersama sejumlah mahasiswa di Beijing. |
Tiongkok merupakan negara yang
memiliki sejarah perkembangan panjang ribuan tahun, dan sejak era tahun 1980-an
mengalami perkembangan yang mencengangkan. Negeri dengan penduduk 1,3
miliar yang terdiri atas 56 etnis itu, merupakan salah satu negara
yang diprediksikan menjadi negara maju baru, dengan stabilitas keamanan yang
menggiurkan bagi investor. Tiongkok juga telah masuk sebagai negara
3G (Global Growth Generator) di kawasan Asia dan dunia. Dalam bidang ekonomi,
Tiongkok telah mampu tampil sebagai salah satu kekuatan raksasa ekonomi yang
diperhitungkan di dunia, bahkan pada tahun 2017 diperkirakan Tiongkok akan
menjadi kekuatan utama ekonomi dunia. Sedangkan dalam bidang pendidikan,
Tiongkok telah berhasil mencapai pemerataan pendidikan yang memadai. Adanya
kebijakan pendidikan gratis dari tingkat SD hingga SLTA, menyebabkan negara ini
mampu mencapai pemerataan pendidikan. Dalam bidang pendidikan tinggi,
pertumbuhan perguruan tinggi sangat signifikan sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi, walaupun hampir semua dari 3.000-an perguruan tinggi adalah negeri.
Hal ini menyebabkan tingkat Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan
tinggi di Tiongkok telah mencapai di atas 90%. Artinya, hampir semua lulusan
SLTA bisa melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, yang juga merupakan
bukti kemampuan pemerintah Tiongkok dalam mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk. Kebijakan 1 keluarga hanya memiliki 1 anak, tampaknya mampu menjamin
kelanjutan pendidikan anak dalam suatu keluarga.
Mempertahankan Identitas
Salah satu hal menarik yang patut
dicontoh dari Tiongkok adalah adanya kesadaran untuk mempertahankan identitas
sebagai bangsa. Sekalipun telah menjadi negara yang maju pesat secara
ekonomi, yang antara lain tampak dari tumbuhnya perkotaan modern, akan tetapi
Tiongkok cukup berhasil dalam mempertahankan identitas dirinya sebagai bangsa.
Tampak ada kebanggaan mereka untuk menunjukkan nasionalismenya. Hal ini antara
lain dapat kita lihat dari penggunaan bahasa, makanan, peralatan makan,
tulisan, arsitektur bangunan, dan sebagainya.
Dari segi bahasa, sebagian besar orang
Tiongkok bangga menggunakan Bahasa Mandarin, sekalipun dengan dialek yang
berbeda-beda sesuai dengan asal daerah masing-masing. Pada sebagian besar kota
yang kami kunjungi, seperti Shanghai, Hangzhou, dan Nanjing, hampir semua orang
menggunakan bahasa Mandarin. Jangan harap anda dengan mudah menemukan orang
bisa berbahasa Inggris, termasuk di hotel-hotel berbintang dan pusat-pusat
perbelanjaan. Padahal di kota-kota tersebut sangat banyak wisatawan
asing. Saat pertemuan dengan pimpinan Zhejiang University di
Hangzhou, para pimpinan universitas tersebut memberikan paparan dalam
Bahasa Mandarin, sekalipun sebenarnya mereka bisa dan mengerti bahasa Inggris.
Hal yang sama juga terjadi saat pertemuan dengan pimpinan Xiaozhuang University
di Nanjing dan Beijing Institute of Technology (BIT) yang merupakan ITB-nya
Tiongkok. Tampak bahwa mereka bangga menggunakan bahasa Mandarin.
Upaya mempertahankan identitas
juga tampak dalam hal makanan dan tulisan. Banyak tulisan, papan nama, penunjuk
jalan, menggunakan bahasa Mandarin, yang memaksa pelancong untuk menggunakan
guide lokal kalau tidak ingin kesasar. Bagaimana tidak, saat penunjuk
jalan dan sopir taksi menggunakan bahasa Mandarin, maka pada saat yang sama
anda tidak akan memiliki kesempatan untuk bertanya pada penduduk lokal karena
mereka akan menjawab menggunakan bahasa Mandarin, sekalipun anda bertanya dalam
bahasa Inggris. Di pasar Nanjing Road Shanghai, yang merupakan pasar
tradisional tertua sejak tahun 1845 dan merupakan pasar tradisional teramai di
dunia, layar kalkulator dan kode jari tangan merupakan satu-satunya
bahasa universal antar bangsa sebagai alat komunikasi dan tawar menawar harga
barang. Dalam hal peralatan makan, identitas Tiongkok tetap dipertahankan
melalui peralatan makan berupa sumpit, sehingga kita akan dipaksa makan tanpa
sendok sekalipun yang anda makan adalah bubur kacang. Pada sebuah jamuan makan
malam di restoran di Nanjing, bahkan ada teman yang terpaksa hanya
menjilat-jilat ujung sumpit untuk dapat merasakan bubur.
Pengecualian saat kita ke kota
Beijing yang merupakan ibukota pemerintahan, baru terasa bahwa kota tersebut
bisa mengakomodir kultur pendatang. Saat di hotel, sebagian petugas
hotel sudah bisa berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Saat di restoran, kita sudah
bisa diberikan sendok dan garpu untuk makan. Papan penunjuk jalan dan
papan nama sudah disertai dengan tulisan Bahasa Inggris. Bahkan pada beberapa
tempat, yang tampaknya sering dikunjungi wisatawan Indonesia dan Malaysia,
sebagian sudah ditulis dalam bahasa Melayu. Bahkan di pusat perbelanjaan di
Beijing yang menjual barang konveksi, semacam pasar Tanah Abang di Jakarta,
para pedagangnya sudah bisa menawarkan harga barang dalam bahasa Melayu.
Keinginan menunjukkan eksistensi
bangsa Tiongkok bahkan tampak dari pembangunan gedung pencakar langit di
Pudong, Shanghai. Saat ini, pembangunan Shanghai Tower sedang dalam
penyelesaian. Tower yang tingginya 632 meter ini, menurut beberapa pihak,
sebenarnya melambangkan persaingan Tiongkok dengan Jepang, karena Shanghai Tower
dibangun persis di sebelah gedung Shanghai World Financial Center, yang
konstruksinya dibangun berbentuk pedang samurai oleh kontraktor Jepang. Itulah
sebabnya Shanghai Tower dibangun dengan konstruksi seperti sarung pedang
samurai. Falsafahnya, tentu saja pedang samurai tidak akan berguna dan tanpa
daya jika sudah dimasukkan ke dalam sarungnya.
Transportasi yang Nyaman
Dari sisi transportasi, Tiongkok
juga sudah sangat maju. Salah satunya adalah menggunakan kereta cepat atau
kereta peluru (bullet train) yang menghubungkan antar kota besar dan antar
provinsi di Tiongkok. Dengan biaya sekitar 443 Yuan, kita bisa menempuh
perjalanan super cepat dan nyaman antara kota Nanjing ke Beijing. Dengan
kecepatan rata-rata sekitar 300 km/jam, kereta ini bisa menempuh jarak
Nanjing-Beijing sejauh 1.200 km hanya dalam waktu kurang dari 4 jam. Kereta ini
hanya berhenti sekitar 10 menit di setiap stasiun, tidak perduli apakah anda
sudah keluar atau sudah masuk ke dalam kereta. Akurasi waktu menjadi salah satu
kelebihan kereta peluru ini, sehingga banyak orang memilih jenis angkutan ini
dibandingkan menggunakan pesawat udara yang sering terpengaruh keadaan
cuaca. Kita bisa membayangkan, jika pada suatu saat nanti ada kereta peluru
yang menghubungkan antar kota di Kalimantan, di Sumatera, di Jawa, dan
pulau-pulau lainnya, maka betapa dahsyat efeknya terhadap perekonomian negara
kita karena arus barang dan jasa yang lancar.
Kebiasaan menggunakan transportasi
yang sehat dan lebih ramah lingkungan juga merupakan kelebihan di
Tiongkok. Di mana-mana kita dapat melihat orang menggunakan dan memarkir
sepeda. Kebiasaan menggunakan sepeda, yang sekarang sudah banyak berganti
menjadi sepeda motor bertenaga listrik, telah membantu kebijakan penghematan
energi minyak bumi bagi pemerintah Tiongkok. Kebiasaan ini juga didorong
oleh kebijakan pemerintah, yang sejak 30 tahun terakhir tidak lagi mengeluarkan
plat nomor bagi sepeda motor bertenaga bensin. Di Tiongkok, kepemilikan
sepeda motor harus didahului dengan persetujuan memperoleh plat nomor dari
pemerintah. Demikian pula untuk kepemilikan mobil, masyarakat yang ingin
memiliki mobil pribadi harus menunggu bertahun-tahun untuk memperoleh plat
nomor mobil, baru kemudian dapat membeli mobil pribadi. Di beberapa kota besar
di Tiongkok, juga ada pengaturan tentang mobil pribadi yang boleh beroperasi
pada waktu tertentu, misalnya pada hari Senin hanya mobil pribadi dengan plat
nomor angka 1 dan 7 yang bisa beroperasi di jalanan. Pada hari Selasa, mobil
dengan plat nomor lainnya yang boleh beroperasi. Demikian seterusnya.
Pengaturan ini terbukti mampu mengurangi kemacetan kota.
Toilet yang Buruk
Menurut Cu Cu, guide yang menemani
perjalanan kami, dan memiliki jam terbang yang tinggi dalam menemani wisatawan
asal Indonesia, kebiasaan orang Indonesia yang tidak bisa ia lupakan adalah STS
(Sleep, Toilet, Shooping). Saat dalam perjalanan, turis Indonesia cenderung
ketiduran. Ketika bangun saat sampai di tempat tujuan, maka yang ditanyakan
pertama adalah di mana toilet. Setelah itu, baru belanja yang banyak.
Celakanya, sebagian besar toilet di Tiongkok terkesan kurang bersih. Sulit
mencari toilet yang bebas dari bau pesing menyengat, apalagi di
tempat-tempat umum. Mungkin juga karena dibatasinya penggunaan air di
toilet, sehingga hanya tissue yang dapat digunakan. Beberapa orang
Indonesia bahkan terlihat membawa botol air sendiri pada saat ke toilet.
Menurut Cu Cu, kehidupan orang Tiongkok umumnya memang jauh dari toilet. Toilet
umumnya dibuat jauh atau terpisah dari rumah, karena ada anggapan bahwa
keberadaan toilet di rumah dapat menggangggu feng shui rumah tersebut.
Belajar dari Tiongkok
Banyak hal yang bisa kita petik
sebagai pelajaran dari Tiongkok. Salah satunya adalah kemampuan mempertahankan
identitas sebagai bangsa. Di satu sisi, kemampuan kerja keras, dan
kepatuhan pada aturan yang dibuat negara, telah menjamin stabilitas keamanan,
dan mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Negara kemudian
melakukan pengaturan yang ketat sehingga pertumbuhan ekonomi itu dapat
dinikmati sebagian besar rakyatnya. Sementara di sisi lain, mereka masih mampu
mempertahankan kultur aslinya sehingga memaksa orang lain untuk mengikutinya.
Hal ini merupakan kemampuan yang dapat dicontoh. Tentu saja harus
disesuaikan dengan kebutuhan Indonesia. Mestinya kita dapat terus
membangun negeri ini tanpa harus tercerabut dari akar budaya asli dan falsafah
hidup bangsa yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Mestinya
kita bahkan lebih maju dari Tiongkok, karena kita memiliki sumber daya alam
yang melimpah, asalkan negara ini diurus secara lebih serius. (*)
*) rektor UMP Palangka Raya
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.