Blogger Kalteng

PENGENALAN ISTILAH FALAKIYAH


PELATIHAN DAI NASIONAL; JAKARTA


Sriyatin Shadiq Al Falaky
Diperbanyak oleh
Balai Diklat Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi Jawa Timur Tahun 2006.
Pendidikan dan Latihan Hisab Rukyat Se Jawa Timur
Tanggal 17 s.d 26 Mei 2006 di Surabaya.




PENGENALAN ISTILAH FALAKIYAH[1]
Pertanyaan :
Apa yang dimaksud dengan pengenalan istilah-istilah falakiyah ?
Jawaban :
Untuk menjawab pertanyaan singkat di atas, tetapi mempunyai jawaban yang  luas dan panjang, tentunya perlu diuraikan dan dijelaskan dengan mengetahui hal-hal di bawah ini sebagai berikut :
1. Pengenalan Ilmu Falak, Ilmu Hisab dan Rukyatul Hilal
2. Pentingnya mempelajari Ilmu Falak dan Hisab Rukyat
3. Peranan Ilmu Falak dan Hisab Rukyat
4. Kegunaan Ilmu Falak dan Hisab Rukyat
5. Pengenalan bola dunia
6. Pengenalan pembagian waktu
7. Pengenalan istilah matahari yang digunakan
8. Pengenalan istilah bulan yang digunakan  
9. Pengenalan interpolasi dan membuat sisipan data

1.   Pengenalan Ilmu Falak, Ilmu Hisab dan Rukyatul Hilal


a. Ilmu Falak

Kata ) اـلفـلـكal-falak) artinya beredar, peredaran, atau peredaran bintang-bintang, sebagaimana Firman Allah “wa kullu fi falak yasbahun” (dan masing-masing beredar pada garis edarnya QS. Yasin [36] : 40).  Peredaran bintang-bintang, lintasan benda-benda langit, atau disebut orbit. Ilmu Falak : Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari dan membahas tentang peredaran dan lintasan benda-benda langit, seperti matahari, bulan, bintang, dan benda-benda langit lainnya. Dalam istilah umum disebut Astronomy, atau dalam istilah bahasa Inggris  disebut dengan Practical Astronomy.

b. Ilmu Hisab

Kata   الـحـسـاب(al-hisab) artinya hitungan, perhitungan, sebagaimana dalam Firman Allah “lita’lamu ádada al-sinin wa al-hisab” (agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu) QS. Yunus [10]:5. Ilmu Falak juga disebut Ilmu Hisab, karena kegiatan yang menonjol dari ilmu ini ialah memperhitungkan posisi dan kedudukan benda-benda langit. Ilmu Hisab : Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari dan membahas tentang seluk beluk perhitungan peredaran kedudukan benda-benda langit. Ilmu falak atau ilmu hisab disebut juga ilmu faraidh. Dalam istilah bahasa Inggris disebut dengan Arithmatic.

c. Rukyatul  Hilal

Kata  الـرؤيـة : ru’yah  (rukyat) : melihat.  Dalam kamus Munjid halaman 243, kata الـرؤيـة  : al ru’yat :  الـنظـر بـالـعـيـن أوبـالعــقـل: al nadhar bi al ‘ain au bi al aql = melihat dengan mata, atau melihat dengan akal. Atau الـرؤيـة  : al ru’yat :  الـنظـر بـالـعـيـن والـقـلـب: al nadhar bi al ‘ain au bi al aql = melihat dengan mata, atau melihat dengan akal, atau dengan hati.
Jadi kata الـرؤيـة  :ru’yah, maknanya  الـنظـر بـالـعـيـن أوبـالعــقـل أوبـالـقـلـب  “ melihat dengan mata, atau melihat dengan akal, atau melihat dengan hati “.
Kata الـرؤيـة : ru’yah dalam penggunaannya selalu dihubungkan dan disambung dengan kata hilal. Sebagaimana disebutkan dalam salah satu teks sabda Nabi  Muhammad Saw.  إدا رئـيـتـم الـهـلال : idza raitum al hilal… 
Istilah-istilah الـرؤيـة : ru’yah (rukyat) yang sudah dikenal di kalangan kaum muslimin, antara lain sebagai berikut :
1). رؤيـة الـهـلال : rukyat  al hilal : melihat hilal dengan mata, atau dengan teleskop pada saat matahari terbenam menjelang awal bulan qamariyah. Dalam istilah bahasa Inggris disebut Observation atau Observasi.
2). رؤيـة الـهـلال بـالقـعـل   : rukyat al hilal bi al fi’li, atau rukyatul hilal bil fi’li: Istilah ini sangat dikenal di kalangan umat Islam. Pengertiannya sama dengan rukyatul hilal
3).  حـدإمـكان الرؤيـة : hadd imkan al rukyat : Batas kemungkinan hilal dapat dilihat
4).  إرتـفـاع الـهـلال: irtifa’u al hilal : ketinggian hilal, dalam istilah bahasa Inggris disebut Altitude.
5.  إسـتـلاحـة الـرؤيـة : istilahah al rukyat : hilal tidak dapat dilihat.
6).  إمـكان الرؤيـة : imkan al rukyat : kemungkinan hilal dapat dilihat.
7).  الـقـطـع بـالـرؤيـة: al qath’u bi al rukyat : pasti hilal dapat dilihat.

2. Pentingnya Mempelajari Ilmu Falak dan Hisab Rukyat

Bagaimana hukum seseorang mempelajari ilmu falak ? hukumnya adalah fardlu áin. Sedangkan bagi masyarakat hukumnya adalah fardlu kifayah.
Pentingnya adalah untuk mengetahui arah dan waktu-waktu ibadah sbb :
1.      Dimana arah kiblat, ketika akan mengerjakan shalat.
2.      Kapan waktu shalat yang lima dapat dikerjakan.
3.      Kapan memulai dan mengakhiri ibadah puasa atau Idul Fitri 1 Syawal.
4.      Kapan memulai menunaikan ibadah haji, wukuf di padang arafah, puasa sunah arafah, idul Adha, mabit, waktu melontar jumrah.
5.      Kapan mengerjakan shalat sunnah gerhana bulan dan matahari.
6.      Kapan mengeluarkan zakat maal, dan lain-lain.

3.   Peranan Ilmu Falak dan Hisab Rukyat

a.  Tanpa Ilmu Falak, umat Islam akan kesulitan dalam  penentuan arah kiblat. Dengan mengetahui  ilmu tersebut, orang Islam dapat menentukan arah kiblat secara mudah, benar, tepat dan akurat. Baik dengan menggunakan alat kompas, theodolit, GPS dan bayang-bayang matahari. Mengetahui arah kiblat yang tepat menambah kenyakinan dalam beribadah.
b. Tanpa Ilmu Falak, umat Islam akan kesulitan menentukan awal waktu shalat, apalagi kalau terjadi mendung dan hujan. Dengan mudah cukup menggunakan jadwal waktu shalat yang telah diprogram dibuat jadwal dan disesuaikan dimana tempat dipermukaan bumi ini.
c. Tanpa Ilmu Falak, umat Islam akan kesulitan melakukan rukyatul hilal, dan menentukan awal bulan qamariyah khususnya awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dimana daerah yang mengalami banyak awan, mendung dan curah hujan yang tinggi akan kesulitan menentukannya. Dengan Ilmu Hisab Hakiki Kontemporer, pelaksanaan rukyatul hilal dan penetapan awal bulan qamariyah akan mudah ditentukan dengan tetap dan akurat.
d. Tanpa Ilmu Falak, umat Islam akan kesulitan melaksanakan shalat sunnah gerhana bulan dan matahari. Dengan Ilmu Hisab, gerhana dapat diperidiksikan jauh-jauh hari sampai tahun yang dikehendaki atau sampai habis umur kehidupan manusia.

4.  Kegunaan Ilmu Falak dan Hisab Rukyat

a.  Untuk menentukan arah kiblat dan bayang-bayang arah kiblat surau, mushalla, masjid, dan lapangan shalat Ied
b.  Untuk membuat jadwal waktu shalat di seluruh permukaan bumi
c.   Untuk melakukan rukyatul hilal awal bulan qamariyah
d.   Untuk penentuan penetapan awal bulan qamariyah teruma awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
e.   Untuk membuat kalender Hijriyah dan Miladiyah.
f.  Untuk mengetahui peristiwa kelahiran, kematian dan peristiwa-peristiwa lainnya.
g.   Untuk menghitung khaul zakat maal.
h.  Untuk membuat terjadinya peristiwa gerhana bulan dan matahari
i.   Dengan mengetahui arah dan waktu-waktu ibadah secara mudah benar, tepat dan akurat, semuanya untuk menambah kenyakinan dalam beribadah, serta hanya litatmainna al-qulub dan litadabbur al ayatillah.

5.  Pengenalan Bola Dunia

Earth, al ardl dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan bola dunia atau bumi. Di bawah diberikan gambar bola dunia, lintang dan bujur tempat : Depag [1981:257]

6.  Lintang dan Bujur Tempat

Mengetahui lintang dan bujur tempat merupakan pokok dasar semua perhitungan arah kiblat, bayangan kiblat, awal waktu shalat, awal bulan dan gerhana. Lintang dan bujur tempat akan dijelaskan di bawah ini, sebagai berikut :

a.  f = Lintang pengamat/lintang tempat. Diukur  dari equator (garis khatulistiwa) ke arah kutub utara bumi,  disebut Lintang Utara (LU atau U) diberi tanda positif (+). Diukur  dari equator (garis khatulistiwa) ke arah kutub selatan bumi, disebut Lintang Selatan (LS atau S) diberi tanda negatif (-).
Nilai ordinatnya sebagai berikut :

1). f = 0o  pada equator (khatulistiwa) bumi
2). f = + 23o 30'  pada garis balik Utara (LU atau U)
3). f = + 90o  pada kutub Utara (LU atau U)
4). f = - 23o 30' pada garis balik  Selatan (LS atau S)
5). f = - 90o pada kutub Selatan (LS atau S)

b.  l = Meridian / bujur tempat. Diukur dari Greenwich di dekat London. Persisnya kota Greenwich atau Observatorium Greenwich terletak 97 km (20 mil) ke arah tenggara dari kota London. Diukur dari Greenwich ke arah Timur untuk Bujur  Timur (BT) dengan tanda (+), dan ke arah Barat untuk Bujur Barat (BB) dengan tanda (-). l Bujur Timur (BT) = 0o s/d +180o BT, dan l Bujur Barat (BB) = 0o s/d - 180o BB.

c.   Hubungan meridian/bujur tempat dengan waktu :

1 putaran ditempuh 360o  sama dengan  24 jam
½ putaran ditempuh 180o sama dengan 12 jam
¼ putaran ditempuh 90o sama dengan 6 jam
15o sama dengan 1 jam (60 menit)
1o sama dengan 4 menit
0o 4' sama dengan 1 menit

d.   Waktu zone

Waktu Zone adalah waktu yang ditempuh dalam 1 kali putaran 360 sama dengan waktu 24 jam. Setiap zone waktu setempat besarnya 15o atau 360 / 24 = 15o = 1 jam = 60 menit. Dengan demikian perbedaan setiap zone waktu besarnya 15o = 1 jam. Waktu lokal (Local Mean Time) adalah waktu yang sesuai dengan waktu bujur setempat. Misalnya : 105 (WIB) berbeda 7 jam dari UT (waktu Greenwich). Jadi 105o / 15o = 7 WIB, 120o / 15o = 8 WITA, 135o / 15o = 9 WIT.
           


7. Pengenalan istilah Matahari yang digunakan[2]

a.   Ecliptic Longitude

Ecliptic Longitude, Taqwim ( التـقـويـم ) atau Thul al syams (الـشـمـس طـول ),  dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Bujur Astronomis. Data ini adalah jarak Matahari dari titik Aries (Vernal Equinox / الـحـمـل ) diukur sepanjang lingkaran Eliptika. Jika nilai Bujur Astronomis Matahari sama dengan nilai Bujur Astronomis Bulan, maka terjadi ijtima. Data ini diperlukan antara lain dalam ijtima dan gerhana.

b.   Ecliptic Latitude.

Ecliptic Latitude,  Ardl al Syams ( عـرض الـشـمـس ), dalam istilah bahasa Indonesia sebagai dikenal dengan Lintang Astronomis. Data ini adalah jarak titik pusat Matahari dari Lingkaran Ekliptika. Sebetulnya Ekliptika itu sendiri adalah lingkaran yang ditempuh oleh gerak semu Matahari secara tahunan. Oleh karena itu Matahari selalu berada di Lingkaran Ekliptika. Namun oleh karena jalannya tidak rata persis, maka ada sedikit geseran. Keadaan seperti ini dapat kita lihat dari nilai Ecliptic Latitude yang selalu mendekati nol. Banyak sistem perhitungan yang mengabaikan nilai data ini sehingga istilah Ardl al Syams ( عـرض الـشـمـس ) yang sebetulnya identik dengan Ecliptic Latitude, tidak dikenal. Data ini diperlukan antara lain untuk perhitungan gerhana.

c.   Apparent Right Ascension

Apparent Right Aseension,  Al shu'ud al Mustawqim ( الـصـعـود الـمـسـتـقـيـم ) atau al Mathali'u al Baladiyah (  الـمـطـالـع الـبـلاديـة ), dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Asensio Rekta atau Panjatan Tegak.  Data ini adalah adalah jarak Matahari dari titk Aries (Vernal Equinox Hamal / الـحـمـل ) diukur sepanjang Lingkaran Equator. Data ini diperlukan dalam perhitungan ijtima, ketingian hilal dan gerhana.

d.   Apparent Declination

Apparent declination of the sun, mail al syams ( مـيـل الـشـمـس ), dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Deklinasi Matahari yang terlihat (bukan matahari hakiki), atau lebih dikenal sebagai Deklinasi. Data ini adalah jarak Matahari dari Equator. Nilai Deklinasi positip berarti Matahari ada di sebelah Utara Equator, dengan tanda (+) dalam penulisanya tanda (+) tidak perlu ditulis. Sebaliknya  Nilai Deklinasi negatif berarti Matahari ada di sebelah Selatan Equator, dengan tanda (-). Data ini diperlukan dalam penentuan bayang-bayang kiblat, waktu shalat, ijtima, ketinggian hilal, gerhana dan sebagainya.

e.   True Geosentric Distange

True Geosentric Distance, dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Jarak Geosentric. Data ini menggambarkan jarak antara Bumi dan Matahari. Nilai pada data ini merupakan jarak rata‑rata Bumi - Matahari sekitar 150 juta km. Oleh karena Bumi mengelilingi Matahari tidak tetap setiap saat, kadang‑kadang dekat, kadang-kadang jauh, sedangkan jarak terjauh pada saat Bumi menempati titik Perigee ( الـحـضـيـض ), sedangkan jarak terjauh pada saat bumi menempati titik terjauh. yaitu Apogee (  الأوج ). Data ini diperlukan dalam menghitung gerhana.

f.    Semi Diameter

Semi Diameter, nisf al quthur ( نـصـف الـقـطـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Jari‑jari. Data ini adalah jarak titik pusat Matahari dengan piringan luarnya. Data ini perlu diketahui untuk menghitung secara tepat saat matahari terbenam, matahari terbit, tinggi hilal dan sebagainya.

g.   True Obliquity

True Obliquity, al mail al kully ( الـمـيـل الـكلي ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Kemiringan Ekliptika. Data ini adalah Kemiringan Ekliptika dari Equator. Data ini diperlukan untuk menghitung ijtima dan gerhana.

h.   Equation of Time

Equation of Time, ta’dil al waqt / ta’dil al syams ( تـعـديـل الـوقـت / تـعـديـل الـشـمـس  ) dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai Perata Waktu. Data ini adalah selisih antara waktu kulminasi matahari hakiki dengan waktu kulminasi matahari rata‑rata. Data ini biasanya dinyatakan dengan huruf "e" kecil dan diperlukan dalam menghisab bayang-bayang kiblat, waktu shalat dan awal bulan.

8. Pengenalan istilah Bulan yang digunakan[3]

a.   Apparent Longitude

Apparent Longitude,  Taqwim ( التـقـويـم ) atau Thul al qamar (الـقـمـر طـول ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Bujur Astronomis Bulan yang terlihat, atau lebih dikenal  sebagai Bujur Astronomi Bulan. Data ini adalah jarak antara titik Aries (Vernal Equinox/Hamal/ الـحـمـل ) diukur sepanjang Lingkaran Eliptika. Data ini diperlukan dalam menghitung ijtima dan gerhana.

b.   Apparent Latitude

Apparent Latitude, ardl al qamar ( عـرض الـقـمـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Lintang Astronomis Bulan yang terlihat, lebih dikenal sebagai Lintang Astronomis Bulan. Data ini adalah jarak antara bulan dengan lingkaran Ekliptika diukur sepanjang lingkaran Kutub Ekliptika. Nilai maksimum dari Lintang Astronomis Bulan adalah 5o 8’ (lima derajat delapan menit). Nilai positip (+) berarti bulan berada di sebelah Utara Ekliptika, dan nilai negatif (-) berarti Bulan berada di sebelah Selatan Ekliptika. Jika pada saat ijtima nilai Lintang Astronornis Bulan sama atau hampir persis sama dengan nilai Lintang Astronomis Matahari, maka akan terjadi Gerhana Matahari. Data ini diperlukan dalam menghitung ijtima dan gerhana.

c.   Apparent Right Ascention

Apparent Right Aseension,  Al shu'ud al Mustawqim ( الـصـعـود الـمـسـتـقـيـم ) atau al Mathali'u al Baladiyah (  الـمـطـالـع الـبـلاديـة ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Asensio Rekta dari bulan yang terlihat,  atau lebih kenal dengan Panjatan Tegak. Data ini adalah jarak titik pusat bulan dari titik Aries diukur sepanjang lingkaran Equator. Data ini diperlukan antara lain dalam perhitungan ijtima, ketinggian hilal dan gerhana.

d.   Apparent Declination

Apparent declination, mail al qamar (  مـيـل الـقـمـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Deklinasi Bulan. Data ini adalah jarak Bulan dari Equator. Nilai Deklinasi positip (+) jika Bulan disebelah utara Equator, dan negatif (-) jika di sebelah selatan equator. Data ini diperlukan dalam perhitungan  ketinggian hilal dan gerhana.

e.   Horizontal Parallax

Parallax, ikhtilaf al mandhar ( إخـتـلاف الـمـنـظـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Benda Lihat. Data ini adalah sudut antara garis yang ditarik dari benda langit ketitik pusat bumi dan garis yang ditarik dari benda langit ke mata si pengamat. Sedangkan Horizontal Parallax adalah Parallaks dari Bulan yang sedang berada persis di garis ufuq. Nilai parallaks berubah‑ubah tergantung kepada jarak benda langit itu dari garis ufuq. Semakin mendekati titik Zenith ( سـمـت الرأس ) nilai parallax suatu benda langit semakin kecil. Benda langit yang sedang berposisi pada titik Zenith, nilai parallax adalah nol; sedangkan benda langit yang sedang berposisi pada garis ufuq, nilai Parallaxnya paling besar. Disamping itu Parallax tergantung pula kepada jarak benda langit tersebut dari mata si pengamat (Bumi). Semakin jauh suatu benda langit nilai Paralaxnya semakin kecil. Nilai Parallax Matahari sangat kecil ‑ bahkan dapat diabaikan ‑ sebab jarak Matahari ‑ Bulan sangatlah jauh, berbeda dengan jarak Bulan ‑ Bumi. Nilai Horizontal Parallax ini diperlukan untuk melakukan koreksi perhitungan ketinggian hilal, dari ketinggian hakiki menjadi ketinggian Mar'i (visible altitude)

f.    Semi Diameter

Semi Diameter, nisf al quthur ( نـصـف الـقـطـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Jari‑jari. Data ini adalah jarak sudut antara titik pusat Bulan dengan piringan luarnya. Nilai Semi Diameter Bulan adalah tertinggi sekitar 15’ (lima belas menit) sebab piringan bulatan Bulan penuh adalah sekitar 30’ (1/2 derajat). Data ini diperlukan untuk melakukan perhitungan ketinggian piringan atas (upper limb) hilal, sebab semua data bulan adalah data titik pusatnya.

g.   Angle Bright Limb

Angle Bright Limb, dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Sudut Kemiringan hilal. Data ini adalah sudut kemiringan piringan hilal yang memancarkan sinar sebagai akibat arah posisi hilal dari Matahari. Sudut ini diukur dari garis yang menghubungkan titik pusat hilal dengan titik Zenith ( سـمـت الرأس ) ke garis yang menghubungkan titik pusat hilal dengan titik pusat Matahari dengan arah sesuai dengan perputaran jarum jam.

h.   Fraction Illum

Fraction Illum adalah singkatan dari Fraction Illumination. Yang dimaksudkan adalah besarnya piringan Bulan yang menerima sinar Matahari dan menghadap ke Bumi. Jika seluruh piringan Bulan yang menerima sinar Matahari terlihat dari Bumi, maka bentuknya akan berupa “bulatan penuh”. Dalam keadaan seperti ini nilai Fraction Illum (besarnya Bulan) adalah satu, yaitu persis pada saat puncaknya Bulan Purnama (full moon / بـدرالـقـمـر ). Sedangkan jika Bumi, Bulan dan Matahari sedang persis berada pada satu garis lurus, maka akan terjadi Gerhana Matahari Total. Dalam keadaan seperti ini nilai Fraction Illumination Bulan adalah nol. Setelah Bulan Purnama, nilai Fraction Illumination akan semakin mengecil sampai pada nilai yang paling kecil, yaitu pada saat ijtima dan setelah itu nilai Fraction Illumination ini akan kembali membesar sampai mencapai nilai satu, pada saat Bulan Purnama. Dengan demikian, data Fraction Illumination ini dapat dijadikan pedoman untuk menghitung kapan terjadinya ijtima (conjunction / الإجـتـمـاع) dan kapan bulan purnama (full moon, istiqbal / الإشـتـقـبـال), demikian pula saat first quarter ( tarbi’awal / تـربـيـع الأول) dan last quarter ( tarbi’ tsani / تـربـيـع الـثـاني ) dari bulan dapat dihitung, yaitu dengan mencari nilai Fraction illum sebesar setengah (0,5). Data ini diperlukan untuk membantu pelaksanaan Rukyatul hilal sekaligus melakukan pengecekannya mengenai besarnya hilal.

9. Penggunaan interpolasi atau mencari sisipan data

     a. Data Matahari dan bulan

Data Matahari dan Bulan tersebut di atas disajikan berdasarkan waktu Greenwich/ Greenwich Mean Time (GMT). Untuk mengubah GMT menjadi waktu‑waktu daerah di Indonesia, digunakan rumus‑rumus sebagai berikut :

a. Waktu Indonesia Barat (WIB)              = GMT + 7 jam
b. Waktu Indonesia Tengah (WITA)        = GMT + 8 jam
c. Waktu Indonesia Timur (WIT)             = GMT + 9 jam

Atau sebaliknya :
a. GMT = WIB     ‑  7 jam
b. GMT = WITA   ‑  8 jam
c. GMT = WIT      ‑  9 jam

Untuk mencari data Matahari dan Bulan bagi wilayah Indonesia, waktu‑waktu daerah di Indonesia terlebih dahulu harus diubah menjadi GMT

Contoh :

Mencari Deklinasi Matahari dan Bulan pada pukul 18.00 WIB tanggal 7 Mei 1993

Langkah 1

Mengubah WIB menjadi GMT, dengan rumus :
GMT         = WIB  ‑ 7 jam, maka
GMT         = 18.00  WIB ‑ 7 jam = 11.00 GMT. Jadi jam 18.00 WIB = jam 11.00 GMT

 

Langkah 2


Mencari data Deklinasi Matahari dan Bulan dalam Buku Ephemeris Hisab Rukyat pada jam 11.00 GMT. tanggal 7 Mei 1993 hasilnya :
Deklinasi Matahari jam 11. 00 GMT  = 16° 52' 57"
Deklinasi Bulan jam 11.00 GMT       = ‑ 21° 43' 32"

b. Membuat Penyisipan Data / Interpolasi

Oleh karena data Malahari dan Bulan dalam buku Ephemeris atau  Almanak atau Al Falakiyah ini disajikan pada setiap jam, maka untuk memperoleh data pada pecahan jam, diperlukan langkah‑langkah penyisipan/interpolasi.
Rumus : Interpolasi = A – (A – B ) x C / I[4]

Contoh :

Mencari Deklinasi Bulan pada pukul 18:10:12.45 WIB pada tanggal 7 Mei 1993

Langkah 1 :

Mengubah WIB menjadi GMT dengan rumus :
GMT = WIB – 7 jam
GMT = 18:10:12.45  WIB – 7 jam = 11 : 18 : 3.45 GMT

Langkah 2 :

Data yang diketahui jam 11:10:12.45 GMT (pedoman jam 11.00, sedangkan selebihnya 0:10:12.45 sebagai nilai C). Interpolasi yang dilakukan antara jam 11.00 dan jam 12.00, berarti berjalan/selisih 1 jam sebagai nilai I.

Mencari Deklinasi Bulan sebagai berikut :
Jam 11.00 GMT = - 21° 43' 32"   (sebagai nilai A)
Jam 12.00 GMT = - 21° 46' 51"   (sebagai nilai B)
Jadi :
Interpolasi = A – ( A – B ) x C / I
- 21° 43' 32" – (- 21° 43' 32" - -21° 46' 51" ) x  0° 10' 12.45" / 1
= - 21° 44' 05.85". Hasilnya - 21° 44' 05.85".












[1] Lebih jelasnya bacalah buku Pengantar Ilmu Falak dan Hisab Rukyat I oleh Sriyatin Shadiq Al Falaky : Surabaya, penerbit Yayasan Al Falakiyah, 2000,  hlm :
[2] Ephemeris Hisab Rukyat Tahun 1993, hlm
[3] Ibid
[4] Sriyatin Shadiq, Hisab Awal Bulan

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.

Post a Comment

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post