Blogger Kalteng

Makalah Hak Gadai



MAKALAH
HUKUM AGRARIA
Dosen mata kuliah : Ali Murtadho, S.Ag., M.H.

 
HAK GADAI





  




Disusun oleh :
YANDI NOVIA
NIM. 10.41.11884



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARIAH
PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH
                                                        2014                              



KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan, dengan judul Hak Gadai.
            Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Ali Murtadho, S.Ag., M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Agraria dan kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini.
            Saya menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, saya membuka diri bila ada koreksi-koreksi dan krtikan-kritikan konstruktif dari pembaca makalah ini.
            Mudah-mudahan Allah SWT, selalu menjaga dan membimbing dalam setiap langkah kita, sehingga dalam kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari Rahmat dan Hidayah Allah SWT. Akhirnya, semoga makalah ini bisa turut andil dalam mencerdaskan generasi muda bangsa. Amin.


                                                                                                Palangka Raya,  Maret 2014

                                                                                                            Penyusun,



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
................................................................
i
DAFTAR ISI
................................................................
ii



BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
  2. Rumusan Masalah
................................................................
................................................................
................................................................
1
1
1
Bab II PEMBAHASAN
1.      Pengertian Gadai
2.      Dasar Hukum Gadai
3.      Subjek dan Objek Gadai
4.      Terjadinya Hak Gadai
5.      Sebab-Sebab Hapusnya Gadai
................................................................
................................................................
................................................................
................................................................
................................................................
................................................................
2
2
2
3
5
6
Bab III PENUTUP
................................................................
7
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Salah satu lembaga non perbankan yang menyediakan kredit adalah Pegadaian. Pegadaian merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Lembaga pegadaian menawarkan peminjaman dengan system gadai. Jadi masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barangnya.
Lembaga pegadaian memiliki kemudahan antara lain prosedur dan syarat-syarat administrasi yang mudah dan sederhana, dimana nasabah cukup memberikan keterangan-keterangan singkat tentang identitasnya dan tujuan penggunaan kredit, waktu yang relatif singkat dana pinjaman sudah cair dan bunga relatif rendah.
Masalah jaminan utang berkaitan dengan gadai yang timbul dari sebuah perjanjian utang-piutang, yang mana barang jaminan tersebut merupakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati sebelumnya diantara kreditur dan debitur. Jaminan yang digunakan dalam gadai yaitu seluruh barang bergerak, yang terdiri dari:
1.    Benda bergerak berwujud, yaitu benda yang dapat dipindahpindahkan. Misalnya : televisi, emas, dvd, dan lain-lain.
2.    Benda bergerak yang tidak berwujud. Misalnya : surat-surat berharga seperti saham, obligasi, wesel, cek, aksep, dan promes. Sebagai suatu bentuk jaminan yang diberikan atas benda bergerak yang mensyaratkan pengeluaran benda gadai dari tangan pemilik benda yang digadaikan tersebut.
B.       Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan gadai dan dasar hukumnya?
2.    Apa yang menjadi subjek dan objek gadai?
3.    Bagaimana terjadinya gadai serta siapa yang berwenang dalam pegadaian?
4.    Apa saja yang menyebabkan terhapusnya hak gadai?



BAB II
PEMBAHASAN
1.        Pengertian Gadai
Gadai diatur dalam Buku II Titel 20 Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata. Menurut Pasal 1150 KUHPerdata, pengertian gadai adalah:
Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu barang bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan. Dari definisi gadai tersebut terkandung adanya beberapa unsur pokok, yaitu:
1)   Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas  barang gadai kepada kreditor pemegang gadai;
2)   Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitor atau orang lain atas nama debitor;
3)   Barang yang menjadi obyek gadai hanya barang bergerak, baik bertubuh maupun tidak bertubuh;
4)   Kreditor pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditor-kreditor  lainnya.
2.        Dasar Hukum Gadai
Dasar Hukum gadai dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan berikut ini :
a.    Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata;
b.    Artikel 1196 vv, titel 19 Buku III NBW;
c.    Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;
d.   Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan; dan
e.    Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
Di Indonesia lembaga yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai adalah lembaga pegadaian.
3.        Subjek dan Objek Gadai
a.         Objek Hukum Hak Gadai
Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152, Pasal 1153 dan Pasal 1158 ayat (1) KUH Perdata, jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum hak gadai sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972. Namun menurut Surat Edaran tersebut tidak semua jenis kebendaan bergerak dapat dibebani dengan gadai, terdapat jenis kebendaan bergerak lainnya yang dibebani dengan jaminan fidusia.
Kebendaan bergerak di sini dapat kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk) dan kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk surat berharga.
Dewasa ini lembaga gadai masih berjalan terutama pada lembaga pegadaian. Dalam perjanjian kredit perbankan, lembaga gadai tidak begitu popular, sudah jarang ditemukan bagi benda berwujud. Akan tetapi penggunaan gadai bagi benda tidak berwujud seperti surat-surat berharga dan saham-saham mulai banyak digunakan pada beberapa bank. Peningkatan penjaminan saham terjadi seiring dengan pesatnya perkembangan bursa saham di Indonesia. Didalam praktik sering terjadi penjaminan saham yang belum dicetak (not printed) dan yang menjadi bukti yang disimpan oleh pihak bank itu bukti penjaminan sejumlah saham yang berupa resipis atau surat pemerimaan atau kuitansi saja.
Pada dasarnya semua kebendaan bergerak yang berwujud dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman atau kredit gadai pada lembaga pegadaian. Kredit gadai adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu kepada nasabah atas dasar hukum gadai dan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan Pegadaian.
Dewasa ini barang-barang yang pada umumnya dapat diterima sebagai jaminan kredit gadai oleh Perum Pegadaian diantaranya :
1)        Barang-barang perhiasan (emas, perak, intan, berlian, mutiara, platina, arloji, dan jam);
2)        Barang-barang kendaraan (sepeda, sepeda motor, mobil, bajay, bemo, becak);
3)        Barang-barang elektronika (televisi, radio, radio tape, video, computer, kulkas, tustel, mesin tik);
4)        Barang-barang mesin (mesin jahit, mesin kapal motor); dan
5)        Barang-barang perkakas rumah tangga (barang tekstil, barang pecah belah).
Dimungkinkan gadai atas kebendaan bergerak yang tidak berwujud dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (2), Pasal 1152 dan Pasal 1153 KUH Perdata. Dari ketentuan Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa kebendaan bergerak yang tidak berwujud berupa hak tagihan atau piutang, surat-surat berharga, dapat pula digadaikan sebagai jaminan utang.
b.         Subjek Hukum Hak Gadai
Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pandgever adalah orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai adalah :
1)        Orang atau badan hukum;
2)        Memberikan jaminan berupa benda bergerak;
3)        Kepada penerima gadai;
4)        Adanya pinjaman uang;
Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah perusahaan pegadaian. Perusahaan ini didirikan berdasarkan :
1)        Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;
2)        Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan; dan
3)        Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
Sifat usaha dari perusahaan pegadaian ini adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuan perum ini adalah :
1)        Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah kebawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa dibidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2)        Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian.
Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh Perum Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya bahwa barang yang digadaikan itu harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai, sehingga barang-barang itu berada dibawah kekuasaan penerima gadai. Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling.
4.        Terjadinya Hak Gadai
Untuk terjadinya hak gadai harus memenuhi dua unsur mutlak, pertama, harus adanya perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai) antara pemberi gadai (debitur sendiri atau pihak ketiga) dan pemegang gadai (kreditur). Mengenai bentuk hubungan hukum perjanjian gadai ini tidak ditentukan, apakah dibuat tertulis ataukah cukup dengan lisan saja; hal itu hanya diserahkan kepada para pihak. Apabila dilakukan secara tertulis, dapat dituangkan dalam akta notaris maupun cukup dengan akta dibawah tangan saja. Namun yang terpenting, bahwa perjanjian gadai itu dapat dibuktikan adanya. Ketentuan dalam pasal 1151 KUH Perdata menyatakan persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan pembuktian persetujuan pokoknya. Berdasarkan ketentuan dalam pasal 1151 KUH Perdata tersebut, perjanjian gadai tidak dipersyaratkan dalam bentuk tertentu, dapat saja dibuat dengan mengikuti bentuk perjanjian pokoknya, yang umumnya perjanjian pinjam meminjam uang, perjanjian kredit bank, pengakuan hutang dengan gadai barang, jadi bisa tertulis atau secara lisan saja.
Syarat kedua yang mesti ada, yaitu adanya penyerahan kebendaan yang digadaikan tersebut dari tangan debitur (pemberi gadai) kepada tangan kreditur (pemegang gadai). Dengan kata lain, kebendaan gadainya harus berada dibawah penguasaan kreditur (pemegang gadainya), sehingga perjanjian gadai yang tidak dilanjutkan dengan penyerahan kebendaan gadainya kepada kreditur (pemegang gadai) yang kemudian berada dalam penguasaan kreditur (pemegang gadai), maka hak gadainya diancam tidak sah atau hal itu bukan suatu gadai, dengan konsekuensi tidak melahirkan hak gadai.
5.        Sebab-sebab Hapusnya Gadai
Yang menjadi sebab hapusnya gadai :
a.    Karena hapusnya perjanjian peminjaman uang.
b.    Karena perintah pengembalian benda yang digadaikan lantaran penyalahgunaan dari pemegang gadai.
c.    Karena benda yang digadaikan dikembalikan dengan kemauan sendiri oleh pemegang gadai kepada pemberi gadai.
d.   Karena pemegang gadai lantaran sesuatu sebab menjadi pemilik benda yang digadaikan.
e.    Karena dieksekusi oleh pemegang gadai.
f.     Karena lenyapnya benda yang digadaikan.
g.    Karena hilangnya benda yang digadaikan.


BAB III
PENUTUP
Dari makalah tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa gadai terjadi karena adanya unsur-unsur timbulnya hak debitur yang disebabkan perikatan utang-piutang, dan adanya penyerahan benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud sebagai jaminan yang diberikan oleh kriditur.
Obyek dari gadai adalah benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan yang menjadi subyek dari hak gadai adalah penerima hak gadai (debitur) dan pemberi hak gadai (kreditur), dan secara hukum orang yang tidak cakap dalam perbuatan hukum tentu saja tidak bisa melakukan hubungan hukum gadai. Untuk menjaminnya agar gadai bisa dilaksanakan secara benar, sehingga tidak terjadi sengketa dikemudian hari tentu saja si penerima gadai harus memahami dan melaksanakan kewajibannya, dan sipemberi gadai harus juga mengerti apa yang manjadi hak si penerima gadai.


DAFTAR PUSTAKA
H. Riduan Syahrani, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Cet. 1 Bandung : Alumni, 2006
HS, Salim. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2012. cet.ke-6.
Usman, Rachmadi. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta. Sinar Grafika. 2008.
…………………… Hukum Kebendaan. Jakarta. Sinar Grafika. 2011.cet. 1
Subekti. R, Tjitrosudibio. R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerd), - Cet. 38-Jakarta : Pradnya Paramita, 2007
Sembiring, Sentosa . Hukum Perbankan edisi revisi, Bandung. CV. Mandar Maju. 2000. cetakan ke-I.




 

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.

Post a Comment

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post