Selama manusia masih memiliki telinga tentu kotoran telinga bukan
sesuatu yang asing. Biasanya kotoran tubuh dianggap jorok, misalnya saja feses
dan urine, namun siapa sangka kotoran telinga menyimpan rahasia yang tidak
diketahui semua orang.
Di masa lalu, kotoran telinga digunakan sebagai lip balm dan salep
untuk luka tusuk. Nah, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
penelitian menunjukkan bahwa kotoran telinga juga bisa mendiagnosa kondisi
tertentu di tubuh manusia.
Berikut ini 5 rahasia kotoran telinga yang tidak diketahui semua
orang, seperti dikutip dari BBC, Senin (28/4/2014):
1. Kotoran Telinga
Keluar Sendiri
Sebenarnya tubuh
memiliki mekanisme membersihkan sendiri, tak terkecuali telinga. Nah, bagaimana
mekanisme telinga membersihkan bagian dalamnya? Di dalam saluran telinga
terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut
serumen. Serumen kerap kali disebut tahi kuping atau kotoran telinga. Tanpa
menggunakan cotton bud, sebenarnya kotoran telinga ini bisa keluar sendiri lho.
Lapisan kulit saluran telinga bermigrasi dari gendang telinga ke
telinga pembukaan luar, pada saat itulah kotoran telinga dibawa keluar. Kotoran
telinga yang lama diangkut dari daerah yang lebih dalam dari saluran telinga
menuju keluar. Bentuk kotoran ini kering dan berupa serpihan.
Bila kotoran telinga terlalu banyak dan menutupi saluran telinga
maka bisa mengganggu pendengaran. Nah, karena itulah kotoran telinga perlu
dibersihkan. Tapi jangan sembarangan membersihkan telingan dengan cotton bud
ya. Sebab cotton bud malah bisa mendorong kotoran telinga kembali masuk ke
dalam dan menumpuk.
Menurut Prof Shakeel Saeed dari London's Royal National Throat,
Nose and Ear Hospital, gerakan normal rahang, melalui gerakan saat makan dan
bicara, membantu keluarnya kotoran teliga. Selain itu, seiring bertambahnya
usia, kotoran telinga umumnya juga berwarna lebih gelap. Pada pria yang
kupingnya lebih banyak ditumbuhi rambut, terkadang kotoran telinga memang agak
sulit keluar karena terjebak di 'hutan' rambut di dalam kuping.
Sebenarnya kotoran telinga punya fungsi melindungi telinga dari
kerusakan dan infeksi sehingga tidak perlu terlalu sering dibersihkan. Namun
jika Anda ingin membersihkannya, ada baiknya datang ke dokter telinga hidung
tenggorokan (THT).
2. Memiliki Sifat
Anti-mikroba
Kotoran telinga yang
lengket dan berbau tidak sedap ternyata mengandung bahan pelindung yang anti
bakteri. Kotoran kuping yang berminyak atau berlilin ini sebagian besar terdiri
dari sel kulit mati, keringat, lemak, serta debu dan kotoran.
Antara 1.000 sampai 2.000 kelenjar memproduksi peptida
anti-mikroba. Sementara itu telinga juga memiliki kelenjar sebasea yang
memproduksi sebum, yakni sesuatu yang bersifat minyak atau lilin untuk melumasi
kulit dan rambut yang ada di bagian dalam telinga. Sebum terutama terdiri dari
trigliserida, kolesterol, dan zat berminyak yang disebut squalene.
Kotoran telinga juga mengandung lisozim yang merupakan enzim
antibakteri. Sifat asam dari kotoran telinga ini bisa menghambat pertumbuhan.
Untuk diketahui, produksi kotoran telinga tidak berbeda jauh antara
laki-laki dan perempuan, pada orang muda ataupun orang tua. Akan tetapi dalam
satu studi kecil diketahui konten trigliserida menurun dari bulan November
sampai bulan Juli.
3. Bisa Menunjukkan
dari Mana Anda Berasal
Ilmuwan Monell
Institute di Philadelphia menemukan sama halnya dengan keringat, zat kimia yang
terkandung dalam kotoran telinga pada satu ras berbeda dengan ras lainnya.
Kromoson 16 merupakan rumah bagi kotoran telinga yang basah ataupun kering, di mana
varian basah mendominasi.
Molekul yang menghasilkan kotoran telinga yang paling bau cenderung
lebih banyak ditemukan pada orang-orang Kaukasia ketimbang Asia Timur. Salah
satu varian dari ABCC11, yang biasanya ditemukan pada orang keturunan Asia
Timur, menyebabkan kotoran telinga kering, berwarna putih dan bau badan kurang.
Sedangkan varian lain dari gen, sebagian besar ditemukan di antara orang-orang
keturunan Afrika dan Eropa, menyebabkan kotoran telinga menjadi basah dan
berwarna kuning kecokelatan, dan juga lebih mungkin menyebabkan bau badan.
Dalam studi yang mengaitkan bau badan dengan penyakit, ABCC11 telah
menjadi hubungan antara keduanya. Sebagai contoh, sebuah studi 2009 yang
dipublikasikan dalam The FASEB Journal, menemukan bahwa varian gen yang
menyebabkan ketiak berbau dan kotoran telinga basah juga terkait dengan
peningkatan risiko kanker payudara.
Dr Kate Prigge dari Monell mengatakan analisis mereka terhadap bau
kotoran telinga adalah langkah pertama untuk mencari tahu apakah mereka
nantinya bisa menggunakannya untuk mendeteksi penyakit. Dipelajari juga bahwa
kelainan genetik langka dalam penyakit urine sirup maple, kemungkinan dapat
dengan mudah didiagnosis melalui aroma senyawa kotoran telinga.
4. Cara Membersihkan
Telinga
Telinga memiliki
mekanisme membersihkan dirinya sendiri. Jika Anda ingin membersihkan telinga,
maka sebaiknya yang dibersihkan hanyalah bagian luarnya saja dengan menggunakan
kapas atau tisu saja. Para dokter menyarankan untuk tidak membersihkan bagian
dalam liang telinga.
Penggunaan cotton bud untuk membersihkan liang telinga bisa jadi
malah menyebabkan kotoran terdorong semakin jauh ke dalam. Untuk itu guna
mengeluarkan kotoran telinga, dokter biasanya mengunakan pengait atau sendok
serume yang terbuat dari logam. Bila kotoran telinga lunak, maka akan digunakan
pompa vakum untuk mengisap. Jadi alat ini semacam cakum cleaner, hanya saja
berukuran sangat kecil.
Cara lain membersihkan telinga adalah dengan menyemprotkan air
hangat ke dalam liang telinga. Terkadang cara ini tidak berhasil lantaran
kotoran telinga yang keras. Jika menemui kasus semacam ini maka dokter akan
meminta pasien meneteskan obat tetes selama beberapa hari untuk memudahkan
pengambilan kotoran tersebut.
5. Monitor Polusi
Kotoran telinga,
seperti banyak sekresi tubuh lainnya, bisa menunjukkan jejak racun tertentu
dalam tubuh seperti keberadaan logam berat. Meskipun memang hal ini tidak lebih
bisa diandalkan dibanding tes darah sederhana.
Nah, soal kotoran telinga, ada penemuan ilmiah yang cukup menarik.
Kotoran telinga manusia dikeluarkan sendiri oleh telinga. Namun pada paus biru,
mereka mempertahankan kotoran telinganya, sehingga kotoran telinga itu menjadi
semacam rekaman peristiwa kehidupan yang dijalaninya. Peneliti menyamakannya
dengan lingkaran tahun pada batang pohon yang bisa memberi informasi tertentu.
Kotoran telinga pada paus biru dianalisis oleh Sascha Usenko,
seorang ilmuwan lingkungan di Baylor University di Waco, Texas. Dia dan timnya
menemukan bahwa selama hidup paus jantan berusia 12 tahun itu mengalami kontak
dengan 16 polutan yang berbeda. Diketahui bahwa ada paparan polutan yang cukup
tinggi pada tahun pertama hidup paus biru ini. Diduga polutan itu dipindahkan
melalui sang induk, saat paus biru itu masih ada di dalam rahim ataupun melalui
air susu.
Dari kotoran kuping ini, para peneliti dapat mengetahui apa yang
perlu dilakukan untuk melindungi paus biru dari stres, polusi, dan ancaman
lainnya di masa depan. Sebab dari kotoran kuping bisa dilihat tingkat fluktuasi
testosteron dan hormon stres atau kortisol selama hidupnya. Dari kotoran kuping
itu juga bisa dilihat kadar testosteron paus biru jantan di mana kemudian
ditengarai bahwa mamalia ini mencapai kematangan seksual pada usia sekitar 10
tahun.
Sumber :
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.