Artikel yang ditulis oleh Abdul Mustaqim, UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarya dengan judul DE-RADICALIZATION IN QURANIC EXEGESIS
(RE-INTERPRETATION OF "VIOLENCE VERSES" TOWARD PEACEFUL ISLAM)
memberikan pemahaman bahwa perlu adanya penafsiran baru tentang beberapa ayat
Al Qur’an. Dalam kajiannya, bahwa ayat-ayat Al Qur’an dengan tafsirnya saat ini
sebagai legitimasi atas tindakan radikalisme dalam agama Islam. Pemahaman
kelompok tertentu tentang ayat-ayat Al Qur’an secara harfiah harus mulai
diluruskan. Sederet aksi radikalisme yang terjadi dalam dekade ini, perlu
adanya penafsiran yang dalam konteks masyarakat multi-budaya sebagai langkah
perdamaian. Artikel yang ditulisnya, mencoba membangun pemahaman bahwa
penafsiran ayat-ayat Al Qur’an yang menjadi dalil para “kelompok radikal” bisa
ditafsirkan dengan menggunakan metode tematik dan pendekatan hermeneutika
(interpretasi makna). Dengan begitu, akan terbangun pemahaman humanis dan
toleran terhadap ayat-ayat Al Qur’an.
Substansi :
Bahwa dalam Al Qur’an ada sebuah penegasan
atau jaminan kebebasan beragama, seperti QS. AL Baqarah 256. “Tidak ada paksaan
untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”. Karena dalam Islam, harus didasarkan pada kesadaran bukan
paksaan. Toleransi yang dipraktekkan Nabi, bisa dilihat dalam Piagam Madinah,
norma yang diangkat oleh Nabi saat itu adalah norma toleransi antar Muslim dan
Non-Muslim, terutama Yahudi. Namun tidak bisa dipungkiri beberapa ayat dipahami
oleh kelompok tertentu sebagai legitimasi dari tindakan kekerasan atas nama
agama (Islam). Ada juga ayat sebagai dasar tidak mengakui agama lain. Sehingga
agama Yahudi atau Kristen harus diganti dengan agama Islam. Sehingga dalam hal
ini penting untuk meradikalisasi ayat-ayat Al Qur’an yang berpotensi dipahami
sebagai pengajaran kekerasan. Hal ini juga disampaikan oleh Nasruddin Umar,
professor Tafsir di UIN Syarif Hidayatullah, bahwa ia mengatakan penting untuk
menghasilkan tafsir baru Al Qur’an, karena beberapa ayat dalam Al Qur’an
berpotensi dipahami sebagai pengajaaran “kekerasan”.
Kekurangan :
Pada umumnya kelompok radikal, memerlukan
pelurusan atas pemikiran mereka. Begitu banyak corak tafsir yang mungkin sudah
mereka baca, hanya saja tidak mampu memberikan bantahan terhadap pandangan
mereka. Artikel ini, hanya mencoba menafsirkan kembali ayat-ayat sebagai
legitimasi “kekerasan” namun masuh belum mampu memberikan bantahan terhadap
pandangan kaum radikal. Walaupun, sebagai bacaan untuk kaum awam sangat bagus.
Kemudian, artikel ini juga tidak menjelaskan bagaimana sebenarnya Islamophobia
yang dilakukan oleh kaum barat sangat merusak tatanan kehidupan masyarakat
muslim di seluruh dunia. Harusnya, ini menjadi pembahasan penting mesti
dikupas.
Kelebihan :
Metode yang diambil sangat masuk akal,
misalnya interpretasi terhadap makna radikal dengan beberapa faktor terjadinya.
Misalnya, tidak kondusif, kemiskinan, ketidakadilan. Sehingga berakibat adanya
rasa terancam, kekecewaan karena perlakuan tidak adil. Belum lagi campur tangan
dominasi Amerika dalam agenda politik, ekonomi, sosial dan budaya telah
menghancurkan ketertiban Islam. Dalam hal ini, ayat-ayat sebagai pembanding
adalah ayat-ayat yang bicara soal “toleransi dan perdamaian” misalnya Q.S Al
Hujarat ayat 13.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”
Oleh : Yandi Novia
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.