Blogger Kalteng

FASE KERJA TOKSIKAN


FASE KERJA TOKSIKAN


Suatu kerja toksik pada umumnya adalah hasil dari sejumlah besar proses, sebagiannya sangat kompleks. Pada berbagai kerja toksik, mekanisme kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1.   Kerja toksik yang dilandasi oleh interaksi kimia antara suatu zat atau metabolitnya dengan substrat biologi dalam pengertian pembentukan suatu ikatan kimia kovalen atau berasaskan suatu perubahan kimia dari substrat biologi sebagai akibat dari suatu perubahan kimia zat. Mekanisme ini jarang terjadi untuk zat yang digunakan sebagai terapeutika.

2.   Efek toksik, karena terjadi interaksi yang reversibel antara zat asing dengan substrat biologi. Hal ini mengakibatkan suatu perubahan fungsional, yang lazimnya hilang bila zat tersebut dieliminasi dari plasma. Kerja farmakodinamik kebanyakan obat bertumpu pada interaksi yang reversibel. Zat yang bekerja bolak-balik, diutamakan dalam terapi karena mereka kemudian meninggalkan organisme, setelah bekerja tanpa menimbulkan kerusakan kimia yang berlangsung lama.

Terlepas dari apakah kerja yang terlihat merupakan kerja yang tak bolak-balik atau bolak-balik, pada umumnya kerja ini dilandasi oleh rantai reaksi yang dapat dibagi menjadi tiga fase:

A. FASE EKSPOSISI (farmaseutika)
Jika suatu objek biologis berkontak dengan sesuatu zat, maka kecuali zat radioaktif, hanya dapat terjadi efek biologi atau toksik setelah absorpsi zat tersebut. Pada umumnya hanya bagian  zat yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi secara molekul, yang dapat diabsorpsi. Penyerapan zat dalam hal ini sangat tergantung pada konsentrasi dan jangka waktu kontak antara zat yang terdapat dalam bentuk yang dapat diabsorpsi dengan permukaan organisme yang berkemampuan untuk mengabsorpsi zat. Pada obat disebut farmaseutik yaitu bagian dari dosis zat aktif yang tersedia untuk diabsorpsi. Pada pencemaran lingkungan disebut dosis efektif, yaitu bagian dosis yang dapat diabsorpsi yang akan menentukan derajat eksposisi yang efektif.

Selama fase eksposisi, zat beracun dapat diubah melalui reaksi kimia menjadi senyawa yang lebih toksik atau lebih kurang toksik dari senyawa awal. Ketersediaan farmaseutik yaitu bagian dari dosis aktif yang tersedia untuk absorpsi.
B.  FASE TOKSIKOKINETIK (farmakokinetik)
Hanya sebagian dari jumlah zat yang diabsorpsi mencapai tempat kerjanya yang sebenarnya, yaitu jaringan yang sesuai dan reseptor, lokasi kerjanya ditingkat molekul. Fase toksokinetik, bersama bagian prosesnya, yaitu invasi (absorpsi dan distribusi) dan evasi (biotransformasi dan ekskresi) sangat turut menentukan daya kerja zat, karena konsentrasi zat dalam berbagai kompartemen organisasi dan dalam jaringan sasaran tergantung pada parameter toksokinetik.

Ada dua jenis proses yang memainkan peranan penting pada fase toksokinetik:
a.  Proses transpor, yang meliputi absorpsi, distribusi (termasuk transpor dan fiksasi pada komponen jaringan dalam organ) dan ekskresi.
b.  Perubahan metabolik –disebut juga biotransformasi- yang sering menyebabkan ketidakaktifan zat yang diserap (bioaktivasi). Namun perubahan biokimia dalam organisme dapat mengakibatkan juga pembentukan senyawa aktif dan mengakibatkan bioaktivasi.

Ketersediaan biologi adalah bagian dari jumlah zat yang masuk, yang terdapat dalam bentuk aktif di dalam peredaran darah atau yang mencapai tempat kerjanya.

1.  Jangka waktu zat asing berada dalam organisme
Jangka waktu zat asing berada dalam organisme ditentukan oleh dua hal, yaitu: (1) suatu eksposisi selama periode yang lama meningkatkan risiko kerusakan dan karena itu terjadi efek toksik; (2) suatu perpanjangan penahanan (retensi) zat dalam organisme bersama-sama dengan eksposisi ulang dapat menimbulkan kumulasi. Ukuran untuk waktu suatu zat berada dalam organisme disebut waktu paruh biologi, yaitu waktu yang diperlukan sampai konsentrasi zat tertentu menjadi setengah dari harga asalnya.

Selama konsentrasi zat yang dibiotransformasi atau diekskresi secara aktif, lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi yang diperlukan untuk penjenuhan sistem, yaitu jumlah konsentrasi zat yang dimetabolisme atau dieliminasi dalam plasma per satuan waktu seimbang dan bagian zat yang dieliminasi per satuan waktu tetap.

Jika farmakokinetik suatu zat berdasarkan atas sistem satu kompartemen dan invasi terjadi sangat cepat seperti pada injeksi intravena atau inhalasi singkat, maka kurva konsentrasi plasma-waktu (kurva kadar dalam darah) hanya tergantung pada kecepatan eliminasi.
Secara umum senyawa hidrofil atau metabolit yang cepat larut dalam air mempunyai waktu paruh biologi yang singkat. Sebaliknya, senyawa lipofil yang lambat dibiotransformasi atau tidak dimetabolisme mempunyai waktu paruh biologi yang panjang bahkan sangat panjang. Senyawa ini ditimbun dalam jaringan lemak dan dari jaringan ini hanya dibebaskan dengan lambat. Maka senyawa ini ditemukan elama waktu yang panjang dalam plasma.

Pada penggunaan zat secara kronik, adanya kumulasi suatu zat dalam organisme ditentukan oleh dosis, interva dosis dan waktu paruh biologi. Jika waktu paruh biologi kurang dari interval dosis, maka zat dalam interval tersebut praktis dieliminasi seluruhnya. Maka secara praktis konsentrasi dalam plasma yang tercapai oleh dosis berikutnya sama dengan kosentrasi yang dicapai oleh dosis sebelumnya. Bila waktu paruh biologi sama dengan interval dosis pemberian atau lebih tinggi, maka pada akhir setiap interval dosis masioh tersedia suatu jumlah zat. Pemberian dosis selanjutnya mengakibatkan konsentrasi plasma yang lebih tinggi daripada dosis sebelumnya. Pada dosis ulang konsentrasi dalam plasma naik dan pada waktu yang bersamaan terjadi kenaikan jumlah zat yang dieliminasi per satuan waktu sampai jumlah yang keluar sesuai dengan jumlah yang diperoleh dari dosis sebelumnya selama interval dosis. Maka tercapai suatu kesetimbangan dalam plasma.

2.  Kumulasi
Bila suatu zat yang mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi diberikan pada organisme dalam jangka waktu yang lama, dengan sendirinya dapat terjadi kumulasi dalam organisme pada konsentrasi zat yang rendah. Ini terjadi terutama untuk zat yang lipofil yang sulit dibiotransformasi seperti DDT, Aldrin, Dieldrin  atau turunan difenil terklorinasi (campuran cat kapal).

Bentuk kumulasi yang lain adalah zat lipofil tersebut di atas hanya dalam konsentrasi yang sangat kecil larut dalam air, karena sifat lipofilnya yang kuat, maka mikroorganisme yang hidup dalam air mengabsorbsi zat tersebut. Mikroorganisme ini akan dimakan kembali oleh plankton, yang selanjutnya udang, kerang, dan beberapa jenis ikan kecil memakan plankton. Sehingga tercapai suatu penimbunan baru zat pencemar dalam ikan kecil, kerang dan udang. Selanjutnya hewan ini merupakan mangsa untuk ikan yang lebih besar, yang memerlukan 10 kali untuk pembentukan jaringan, dan akhirnya zat tersebut akan tertimbun lagi pada berbagai jenis burung dan mamalia pemakan ikan yang lebih besar.
Bahwa suatu kumulasi seperti itu terjadi sepanjang rantai makanan, yang berjalan dengan suatu kenaikan konsentrasi yang demikian, dalam keadaan yang dapat mematikan untuk spesies yang terletak pada akhir siklus. Dengan demikian konsentrasi zat pencemar yang relatif rendah yang dapat masuk ke dalam lingkungan, mempunyai akibat yang membinasakan. Disamping pestisida, jenis kumulasi ini untuk zat lain seperti senyawa organik timah putih dan merkuri. Kerja toksik pada jenis burung adalah memungkinkan melalui pemasukan ke dalam stadium embrio. Kuning telur yang diperlukan oleh embrio selama pengembangan, mengandung lipid dalam jumlah yang relatif besar dan karena itu mengandung zat pencemar dalam konsentrasi yang besar.

C. FASE TOKSIKODINAMIK (farmakodinamik)
Fase toksodinamik meliputi interaksi antara molekul zat racun dan tempat kerja spesifik yaitu reseptor. Harus dibedakan antara proses untuk pelepasan suatu rangsang pada organ sasaran tempat tokson menyerang dan proses pelepasan rangsang sampai terjadinya suatu efek di tempat kerja, tempat efek terjadi atau diamati. Efek tersebut adalah hasil sederetan proses yaitu proses kimia biasa yang tercapai melalui rangsang dan tidak lagi tergantung pada sifat khas rangsang yang diimbas obat. Jadi pada kondisi tetap, stimulus yang sama, tidak tergantung pada senyawa mana penyebab stimulus, akan menyebabkan efek yang tetap. Organ sasaran dan tempat kerja tidak perlu sama.

Konsentrasi zat aktif pada tempat sasaran menentukan kekuatan efek biologi yang dihasilkan. Jika konsentrasi zat aktif pada jaringan tertentu tinggi, maka berarti dengan sendirinya berlaku sebagai tempat sasaran yang sebenarnya, tempat zat bekerja. Pada umumnya ditemukan konsentrasi zat aktif yang tinggi dalam hati dan ginjal, karena di sini zat itu dimetabolisme dan diekskresi.

1.  Interaksi dengan sistem enzim
Proses biokimia mendasari semua kehidupan yang terjadi dan enzim yang menyertainya adalah penting, maka kerja sebagian besar zat aktif biologi disebabkan oleh interaksi dengan enzim. Interaksi dengan sistem enzim antara lain:
Ø Inhibisi enzim tak bolak balik, contohnya inhibisi (hambatan) asetilkolinesterase oleh organofosfat
Ø Inhibisi enzim bolak balik, contohnya senyawa antimetabolit yang secara mirip dengan substrat normal untuk enzim, sehingga dapat berikatan dengan enzim meskipun nukan tempat yang sebenarnya
Ø Pemutusan reaksi biokimia, contohnya ATP yang pada proses biokimia, energi yang dibebaskan pada umumnya disimpan dalam bentuk fosfat berenergi tinggi, selanjutnya dapat digunakan untuk semua proses biokimia yang memerlukan energi.
Ø Inhibisi fotosintensis pada tanaman, contohnya herbisida yang menghambat fotosintesis
Ø Sintesis zat mematikan, suatu proses dimana zat toksik, mirip dengan substrat yang penting untuk reaksi metabolisme tertentu.
Ø Pengambilan ion logam yang penting untuk kerja enzim, contohnya ditiokarbamat yang digunakan pada vulkanisasi ban dan antioksidan pada industri karet, apabila pekerja yang kontak dengan zat ini meminum alkohol, walaupun dalam jumlah kecil, akan terjadi intoksikasi.
Ø Inhibisi penghantaran elektron dalam rantai pernapasan, contohnya keracunan HCN yang menghambat pernapasan aerob, karena terjadi asfiksia secara biokimia.
Ø Inhibisi pada transpor oksigen karena gangguan pada hemoglobin, contohnya keracunan CO, pembentukan methemoglobin dan sulfhemoglobin, serta proses hemolitik

2.  Interaksi dengan fungsi sel umum
Interaksi dengan fungsi sel umum, antara lain:
Ø Kerja narkose, zat yang mempunyai efek narkose misalnya eter, siklopropana, dan halotan. Kerja dimulai jika konsentrasi zat di dalam udara atau air mencapai konsentrasi tertentu yang menghasilkan konsentrasi tertentu pada suatu fase lipid. Penimbunan zat ini dalam membran sel akan menghambat transpor oksigen dan zat makanan.
Ø Pengaruh penghantaran rangsang neuro-humoral. Kerja sebagian besar obat mempengaruhi sinaps pada penghantaran rangsang dari sel saraf yang satu ke sel saraf yanglain atau mempengaruhi ujung saraf sel efektor. Contoh: racun panah, toksin botulinum, keracunan ikan dan kerang, opium.
Ø Gangguan pada sintesis DNA dan RNA
Ø Kerja sitostatika, yaitu penghambatan pembelahan sel yang akan mempengaruhi pertumbuhan jaringan pada perbanyakan sel. Contoh: obat tumor ganas.
Ø Kerja imunosupresif, yaitu penghambatan pembelahan sel dengan penekanan pertahanan imunologi melalui penekanan proliferasi sel limfosit. Contoh: obat yang digunakan pada transplantasi organ dan penyakit autoimmun.
Ø Kerja mutagenik, yaitu zat kimia yang bekerja mengubah sifat genetika sel.
Ø Kerja karsinogenik, yaitu zat kimia yang dapat menyebabkan kanker pada waktu yang lama.
Ø Kerja teratogenik, yaitu obat dan zat kimia yang dapat menyebabkan kerusakan janin.
Ø Reaksi hipersensitif, yaitu kepekaan suatu objek biologi yang meningkat terhadap zat aktif, yang terjadi akibat kontak ulang dengan zat tertentu. Contoh: fotoalergi, sensibilisasi cahaya, dan fototoksik

3.  Interaksi kimia langsung pada jaringan
Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan disebabkan oleh zat mudah bereaksi dengan berbagai bagian jaringan. Biasanya zat ini tidak mencapai peredaran darah, karena langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang pertama berhubungan. Jaringan atau organ yang terlibat terutama adalah mata, hidung, tenggorokan, trakhea, bronkus, epitel, alveolus, esofagus dan kulit. Interaksi kimia yang langsung pada jaringan, antara lain:
Ø Kerusakan kulit yang disebabkan oleh zat kimia
Ø Gas yang merangsang
Ø Gas air mata
Ø Zat yang berbau
Ø Toksisitas pada jaringan
Ø Penimbunan (sekuestrasi) zat asing, terdiri dari:
Ø Penimbunan dalam jaringan lemak
Ø Penimbunan dalam tulang
Ø Pneumokoniosis

REFERENSI
1.   Des W. Connel & Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

2.   E.J. Ariens, E. Mutschler & A.M. Simonis. 1987. Toksikologi Umum, Pengantar. Terjemahan oleh Yoke R.Wattimena dkk. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

3.   Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

4.   J. H. Koeman. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Terjemahan oleh R.H. Yudono Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.

Post a Comment

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post