BLOGGER KALTENG (Palangka Raya) - Salah
satu desa bagian dari Kecamatan Mentaya Hulu (Kuala Kuayan), Kabupaten
Kotawaringin Timur (Sampit), mempunyai jalur akses darat dan sungai yang mudah
untuk dijangkau. Bila perjalanan dari kota, maka akses utama jalan adalah masuk
melalui Pelantaran atau bisa juga di Simpang Waru, terus ke Hulu melewati
berbagai desa dan pemukiman warga yang bekerja di Perusahaan Sawit, Hingga
akhirnya sampai pada Kecamatan Parenggean, melewati hamparan Sawit, terus ke
hulu.
Hati-hati karena jalan yang akan ditempuh, bukan jalan biasa, jalan
bebatuan, lumpur, dan debu. Karena jalan yang sudah rusak total, yang mungkin
tidak diperhatikan oleh pemerintah setempat, dan pihak perusahaan yang melewati
jalur tersebut. Salah satu petunjuk jalan yang biasanya saya lewati ketika
pulang kampung adalah Tiang Listrik PLN yang berdiri diantara berjuta ribu
tanaman sawit hingga ke desa.
Jalur
akses yang menghubungkan antara Trans Perusahaan Sawit memang sedikit lebih
baik, dibandingkan jalan Milik Pemerintah yang sejak kurang lebih tahun 1991
jalan aspal itu sudah rusak, akses sawit memang sedikit membantu tergantung
pada kondisi, apakah musim hujan atau kemarau, namun para pengendara mobil atau
motor yang berada dalam akses jalan ini adalah para Driver yang tangguh, yang
sanggup dan tak pernah menyerah menerjang jalan yang selalu mengajak bergoyang.
Dulu, cerita orang tua akses sekitar jalan Sampit-Tanjung Jariangau, sangat bagus dengan akses utama jalan ber aspal. Disepanjang jalan, anda akan melihat betapa panorama alam yang bersahabat, hijau, pepohonan yang tak pernah sunyi, monyet-monyet, orang utan bergelantungan, nyayian burung-burung, padang sawah dan ladang yang indah, sungai-sungai yang mengalir bersahaja, sejuk, menyegarkan dan bersih, sesekali akan terlihat lompatan-lompatan manja ikan-ikan kecil, riuh merta berlari di kejar ikan-ikan besar pemangsa. Jangan terkejut beberapa ekor Rusa yang menyebrang jalan, santapan hangat para pemburu ketika malam hari, sedang asyik-asyiknya memanjakan diri bersama nyayian hutan rimba.
Kini,
semua hanya dongeng pengantar tidur, tidak ada lagi sawah dan lading yang
terhampar luas, tidak da lagi pepohonan yang hijau, yang ada hanya hamparan
sawit, yang merusak ekosistem yang ada. Sungai-sungai dikeruk dan ditimbun,
ikan-ikan musnah, air sungai menjadi kotor, akibat limbah Perusahaan Sawit,
jangan terkejut musim kemarau jalan akan banjir, karena tidak ada lagi tempat
resapan air, pohon-pohon besar habis disapu bersih oleh alat-alat berat sang
Pembasmi, monyet-monyet, orang utan, burung-burung pun tak sanggup bertahan,
mereka memilih untuk meninggalkan kehampaan, dengan dagu yang tertunduk layu,
tak ada lagi rumah bagi mereka. Panas dan udara yang tidak segar bersamaan
dengan tetesan embun pagi, akan kau rasakan.
Singkat
cerita kita telah sampai di Desa Tanjung Jariangau. Desa yang dihuni kurang
lebih 2000 orang, 12 RT, mayoritas masyarakat beragama Islam, terdapat 2 Masjid
yang cukup megah, 8 Mushalla dan 1 Jembatan kesayangan para masyarakat.
Jembatan Goyang, itulah namanya, jembatan yang mulai dibangun sejak tahun 1991
ini masih terlihat baik, inilah yang menghubungkan Desa Tanjung Jariangau yang
terdiri dari 2 bagian, yaitu Tanjung Jariangau Sebelah Barat dan Sebelah Timur
yang dipisah oleh aliran sungai Mentaya dengan kedalaman mencapai 8-10 meter
dari permukaan tanah.
Jembatan Goyang, dengan sentuhan warna kuning dan sedikit berkarat, lebar hanya 1 meter, sehingga hanya bisa digunakan oleh pejalan kaki dan kendaraan bermotor. Mungkin bagi anda yang baru pertama kali melewati Jembatan ini akan takut, karena memang jembatan ini akan goyang. Tapi bagi warga kampung, adalah hal biasa dan bahkan sesuatu hal yang mengasikkan.
Sesekali
tengoklah keadaan di Sepanjang Aliran Sungai Mentaya, yang berada di jalur
Desa, maka akan terlihat WC terpanjang di dunia. Para masyarakat masih
menggunakan sungai tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK). Dan mungkin akan
terlihat pemandangan, anak-anak yang sedang berlomba-lomba mandi, terjun dan
salto, anak-anak muda yang mandi, ibu-ibu yang tengah asyiknya berlomba-lomba
mengucek pakaian dibarengi dengan gossip-gosip hangat seputar Selibriti
Kampung. Dan dibagian yang lain, akan terlihat orang yang sedang memancing,
menunggu dengan sabar kehadiran sang ikan, perahu yang di sebut Jukung (Perahu
Lesung), Ces (Perahu Mesin Kecil), dan Kalotok (Perahu Mesin Besar), berlalu
lalang di sepanjang sungai. Air sungai bagi sebagian masyarakat juga sebagai
konsumsi sehari-hari, di samping itu juga sebagai tempat mata pencaharian.
Desa
Tanjung Jariangau sebelah Timur, dari RT 3 sampai dengan RT 12, adalah bagian
Desa utama mempunyai 2 jalan raya, dengan dihubungkan Gang dan lorong, baik
kecil maupun besar, sehingga tidak bisa tersesat bila melakukan perjalanan. Saat
pagi dan jam pulang sekolah anak-anak yang bersekolah nampak memadati sepanjang
jalan, ada yang TK, SD, SMP, dan bahkan SMA. Walaupun di Desa, namun dari segi
pendidikan tidak tertinggal. Taman Kanak-Kanak Kartini, SDN-I, SDN-II dan
SDN-III, SMPN-4 Mentaya Hulu, dan SMKN-II dengan dua jurusan (Agribisnis dan
Agroteknologi) yang semuanya berada desa. Dari segi ekonomi, masyarakat
bermacam ragam, namun sesusah-susahnya orang yang berada di Desa tetap mampu
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan bahkan menyekolahkan anaknya minimal tamat
SMA.
Di
desa juga terdapat dua pasar rakyat, dan dua darmaga di masing-masing tempat
namun yang masih berfungsi sampai saat ini adalah di bagian Timur. Pasar ini
beroperasi setiap hari senin, para pedagang Banjar yang berperahu dan Jawa dari
Trans yang mendominasi pedagang di pasar ini. Dengan berbagai macam dagangan,
mulai dari pakaian, sayuran, aksesoris hp dan perlengkapan para muda-mudi,
buku, dan lainnya cukup lengkap. Harganyapun terjangkau, walaupun sedikit lebih
mahal, karena terkendala akses jalan yang memang sedikit sulit untuk di tempuh.
Pasar rakyat inipun beberapa kali mengalami pasang surut, karena perekonomian
masyarakat yang tergantung dengan alam sekitar.
Tanjung
Jariangau Sebelah Barat, dihubungkan dengan Jembatan goyang, dan akses Jukung
(perahu lesung) sepanjang aliran sungai. Nampak dari jauh ada satu bangunan
yang cukup megah berdiri kokoh, yaitu bangunan masjid, tepat di bagian ujung
Jembatan, dan kebetulan bagian ini lebih tinggi, sehingga jika melewati Desa
dengan akses sungai dari bagian hulu maka bangunan yang pertama terlihat adalah
Masjid Al Miftahul Jannah ini.
Di
bagian desa ini, terdapat 1 SD, yaitu SDN-III Desa Tanjung Jariangau, di
sinilah aku bersekolah dulu, lulus SD melanjutkan ke SMPN-4 Mentaya Hulu Desa
Tanjung Jariangau dan SMA Muhammadiyah 1 Desa Tanjung Jariangau, yang semuanya
terdapat di Desa Ku tercinta. Kenapa SMA Muhammadiyah 1 bukan SMKN-II,
ceritanya panjang. Di bagian Barat ini hanya terdapat 2 RT, dan Rumahku
dibagian tengah masuk RT 2, dan jika anda berjalan-jalan di Desa Bagian Barat
ini dan melihat bangunan Rumah yang cukup tua, atap sirap, didepannya beraneka
tanaman, mulai dari bunga, pohon palem, buah rambutan, tanaman singkong dan 1
tiang listrik yang tepat berdiri di depan, itulah Rumahku. J
Demikian,
ini cerita sekilas tentang Desa ku, dan masih banyak lagi cerita-cerita yang
akan ku tulis. Mulai dari pekerjaan warga masyarakat, potensi SDM dan SDA,
perekonomian, para pemuda dan remaja, cerita misteri tentang sejarah Desa, dan
beberapa tempat yang dulu dibilang angker/berpenghuni, mata pencaharian
sehari-hari warga, masalah kehidupan warga, sifat dan perangai warga,
tongkrongan-tongkrongan pemuda desa, dan masih banyak lagi.
Terima
kasih yaa..buat teman-teman yang masih meyempatkan waktu untuk membaca
tulisanku, apalagi mengenai Desa Ku. Sampai jumpa di cerita selanjutnya.
***
Debu Yandi | Blogger Kalteng
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.