Hidup di kota tak ada yang
gratis, apa lagi soal makan. Menjadi salah satu mahasiswa rantau seperti saya
dan teman-teman saya yang menjadi penghuni asrama perlu kreatifitas. Terutama soal
bertahan hidup. Mengisi perut, ya biar bias seperti orang kaya layaknya, makan
3 (tiga) kali sehari.
Namun, apalah daya, makan di
asrama menjadi mahasiswa rantau itu (makan aja di jama’) artinya makan pagi
untuk siang, atau makan siang untuk sore dan malam.
Hidup di kota Palangka Raya cukup
mudah soal makan. Karena sangat mudah juga mencari sayur untuk makan, misalnya
sayur kelakai (lambiding atau sayur jenis paku), sepanjang jalan raya mudah
untuk dijumpai.
Saya dan teman-teman yang lainnya
lebih mendayagunakan tanah kosong di halaman rumah (asrama) untuk bercocok
tanam. Dan tentunya sayuran yang menjadi pilihan untuk ditanam juga penuh
pertimbangan. Pertimbangannya, pertama sayuran
itu mampu bertahan lama, walaupun setiap hari dimasak. Kedua, mempunyai kandungan gizi yang lumayan. Ketiga, mampu hidup dalam kondisi dan situasi yang kurang
perawatannya (maklum, kan mahasiswa pada sibuk).
Pilihan kami jatuh pada sayuran
daun singkong dalam bahasa dayaknya dawen konjoi. Terbukti, kami hanya perlu 2
(dua) kali dalam satu tahun untuk memperbaharui tanaman ini. Setiap 6 (enam)
bulan sekali, tanaman daun singkong ini kami cabut kemudian tanahnya di olah
kembali dan batang-batangnya kami tanam kembali.
Tak hanya sayuran ini yang kami
tanam, cabe juga salah satu tanaman yang kami tanam. Mengingat harganya yang
kadang molanjak naik, dan cepat sekali habisnya, maka menanamnya adalah salah
satu pilihan cerdas untuk bertahan.
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.