Apa yang dimaksud dengan ISIS? Negara Islam (di) Irak dan
Syam (Bahasa Arab : al-Dawlah al-Islāmīyah fī al-ʻIrāq wa-al-Shām, Bahasa
Inggris: Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL)
atau Islamic State in Iraq and Syriaatau Islamic State in Iraq and
al-Shām (ISIS)) adalah sebuah negara dan kelompok militan jihad yang tidak
diakui di Irak dan Suriah. Ada beberapa nama untuk menyebut
kelompok militan di Irak dan Suriah ini. Tidak ada konsensus tentang bagaimana
harus menyebut kelompok militan tersebut. Pemerintah Amerika
Serikat sebagai “Negara Islam di Irak dan Levan” atau ISIL yang
merupakan singkatan dari Islamic State in Iraq and the Levant. Beberapa
media menyebutnya “Negara Islam di Irak dan Suriah” atau ISIS yang merupakan singkatan dari Islamic State
in Iraq and Syria.
Kelompok ini
dalam bentuk aslinya terdiri dari dan didukung oleh berbagai kelompok
pemberontak Sunni, termasuk organisasi-organisasi pendahulunya seperti Dewan
Syura Mujahidin dan Al-Qaeda di Irak (AQI), termasuk kelompok pemberontak
Jaysh al-Fatiheen, Jund al-Sahaba, Katbiyan Ansar Al-Tawhid wal Sunnah dan
Jeish al-Taiifa al-Mansoura, dan sejumlah suku Irak yang
mengaku Sunni.
ISIS dikenal
karena memiliki interpretasi atau tafsir yang keras
pada Islam dan kekerasan brutal seperti bom bunuh diri, dan
menjarah bank. Target serangan ISIS diarahkan terutama terhadap
Muslim Syiah danKristen. Pemberontak di Irak dan Suriah ini telah
menewaskan ribuan orang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan lebih
dari 2.400 warga Irak yang mayoritas warga sipil tewas sepanjang Juni 2014.
Jumlah korban tewas ini merupakan yang terburuk dari aksi kekerasan di Irak
dalam beberapa tahun terakhir. Aksi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ini telah menyebabkan tak kurang dari 30.000
warga kota kecil di Timur Suriah harus mengungsi.
Tokoh Sentral
di Balik Militan ISIS adalah Abu Bakar al-Baghdadi. Di
bawah kepemimpinannya, ISIS menyatakan diri untuk
bergabung dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai
satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah. ISIS memiliki
hubungan dekat dengan Al-Qaeda hingga tahun 2014. Namun karena misi
berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian
di Irak dan Suriah dan penggunaan aksi-aksi
kekerasan, Al-Qaidah lalu tidak mengakui kelompok ini sebagai bagian
darinya lagi. Abu Bakar al-Baghdadi bahkan bersumpah untuk memimpin
penaklukan Roma. Pemimpin militan ISIS Abu Bakar al-Baghdadi ini juga menyerukan
umat Islam untuk tunduk kepadanya.
Mencermati
keberadaan dan perkembangan gerakan lslamic state of lraq and Syiria (ISlS) baik di
negara asalnya dan terutama di lndonesia, bahwa dilihat dari konteks
kelahirannya, lSlS merupakan gerakan politik radikal yang lahir sebagai reaksi
atas situasi politik dalam negeri lrak dan Syiria. lSlS bukanlah gerakan lslam,
tetapi gerakan politik yang mengatasnamakan lslam untuk merebut kekuasaan
politik di lrak dan Syiria. lSlS tidak ada
hubungannya dengan persoalan politik di negara-negara lainnya, termasuk di
lndonesia. Cita-cita mendirikan khilafah lslam di bawah kepemimpinan Abu Bakar
al-Baghdadi tidak memiliki akar teologis, ideologis dan historis yang kuat
berdasarkan Al-Quran, Sunnah yang sahih, dan pendapat para ulama yang
otoritatif. Menurut pandapat lmam Syafii dan lbnu Khaldun, setelah Khulafaur
Rasyidun tidak ada lagi kekhalifahan di dalam lslam. Demikian yang disampaikan
oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam pernyataan sikapnya menolak Faham ISIS, Jakarta,
12 Agustus 2014.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau yang bisa disingkat PBNU
menyatakan bahwa mereka menolak gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)
atau Negara Islam di Irak dan Suriah. Pernyataan ini diungkapkan secara
langsung oleh Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj di kantor PBNU, Jakarta, hari
Jumat (8/8/2014). Ia juga mengajak masyarakat umum untuk menolak segala bentuk
gerakan dari ISIS. Pasalnya, gerakan yang dilakoni ISIS bertentangan dengan
jiwa Pancasila dan semangat Bhineka Tunggal Ika sehingga dapat mengancam
keutuhan NKRI.
Ketua Umum PBNU ini juga mengungkapkan bahwa ISIS telah
mendapatkan penolakan yang sudah dimulai oleh para ulama Timur Tengah. Gerakan
ISIS yang menggunakan kekerasan dan bahkan membunuh ulama yang tidak sejalan
dengannya, menurut Said telah bertolak belakang dari sifat dasar ajaran Islam.
Agama Islam begitu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sehingga gerakan ISIS
tidak bisa ditolerir.
“Sifat dasar Islam tersebut nyata-nyata bertolakbelakang dengan
cara-cara yang dilakukan ISIS, yang melakukan kekerasan sampai membunuh ulama
yang tidak sejalan dengannya”.
Oleh karena itu, pemerintah dan kita bersama harus mencegah
perkembangan dari gerakan ISIS ini yang menggunakan cara-cara kekerasan untuk
mengedepankan tujuan mereka. Jika gerakan ISIS terus dibiarkan saja maka
dikhawatirkan akan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saat ini, sebagian warga Indonesia (non Aswaja) yang pernah
bermukim di Baghdad Iraq, pasca jatuhnya Saddam Husain, ada yang bergabung
dalam gerakan radikal ISIS. Warga Indonesia itu adakalanya berasal dari
keluarga TKI/ TKW yang bekerja di Iraq dan Syam (Syiria), namun adakalanya
memang berangkat ke Iraq dan Syiria, yang sengaja menjadi relawan perang,
tentunya dengan tujuan melawah musuh-musuh ISIS (Al-Qaedah) baik dari kalangan
kaum kafir (Amerika dan sekutunya), juga kaum muslimin yang dianggap berlawanan
dengan aqidah dan politik ISIS (Wahhabi Takfiri).
Ironisnya, akhir-akhir ini, di Indonesia mulai dideklarasikan
pendirian cabang Khilafah Islamiyah versi ISIS ini di beberapa daerah, seperti
di Jakarta, Bandung, Solo, Jawa Timur dan sebagainya, yang dilakukan oleh para
simpatisan ISIS, dan dimotori oleh para mantan mukimin Iraq dan Siriya
tersebut.
Banyak
pendapat dan pernyataan tegas telah dikeluarkan diantaranya mengatakan sistem
kekhalifahan tidak cocok di Indonesia karena pasti akan berujung pada
kepentingan politik pragmatis, bukan syariat.
"Sistem
kekhalifahan diyakini tidak cocok dengan Indonesia. Tentang bagaimana bentuk
kekhalifahan yang dimaksud saja bisa terdapat banyak pendapat. Apalagi nanti
pada persoalan siapa yang pantas jadi khalifah," kata Saleh Partaonan
Daulay dihubungi di Jakarta, Senin (11/8/2014). Muslimedianews.com.
Ia
mengatakan perdebatan mengenai siapa yang pantas menjadi khalifah pasti akan
masuk pada wilayah politik. Pada saat itu, bukan lagi syariat yang diutamakan,
tetapi kepentingan politik pragmatis.
Indonesia
harus bangga bisa menjadi suatu negara yang stabil secara politik bila
dibandingkan dengan negara-negara Timur Tengah yang katanya sangat dekat dengan
syariat Islam. "Indonesia jauh lebih dewasa dan matang dalam berdemokrasi.
Anugerah seperti itu harus disyukuri dengan cara menjaga sesuatu yang sudah baik
selama ini," tuturnya.
Indonesia
yang memiliki dasar negara Pancasila harus berhati-hati dengan gerakan dan
paham yang berupaya memecah belah persatuan. Dugaan munculnya ideologi Islamic
State of Iraq and Syria (ISIS) merupakan upaya untuk memecah belah. Isu masuknya ideologi
ISIS ke Indonesia ditanggapi dengan penolakan oleh berbagai pihak. Pemerintah
sendiri juga sudah menyatakan menolak ideologi tersebut.
Pernyataan
penolakan, Indonesia bukanlah negara yang didasarkan ideologi agama tertentu.
Seluruh komponen bangsa telah menyepakati Pancasila sebagai dasar dan pandangan
hidup bangsa.
Pancasila
terbukti telah mampu menyatukan seluruh perbedaan yang ada, baik perbedaan
suku, adat-istiadat, bahasa, dan bahkan agama.
Menteri
Kordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM, Djoko Suyanto menegaskan sikap pemerintah terhadap
paham Negara Islam Irak dan Suriah atau Islamic State Of Iraq and Syiria (ISIS)
yang kemudian menjadi Islamic State (IS).
Dia tegaskan
paham ISIS bukanlah perkara masalah agama. Tapi, masalah ideologi. Dan kalau
dikaitkan dengan negara Indonesia, Ideologi paham ISIS sangat bertentangan
dengan ideologi Indonesia, yakni ideologi Pancasila dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Karena itu,
Pemerintah menolak dan tidak mengizinkan paham ISIS berkembang di Indonesia.
"Karena tidak sesuai dengan ideologi Pancasila, NKRI dan Kebhinekaan kita
dalam NKRI," tegas Djoko menyampaikan keterangan pers sikap pemerintah
terhadap ISIS, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/8/2014).
Menkopolhukam
didampingi Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, Menteri Agama, Menteri Luar
Negeri, Kapolri Jenderal Pol Sutarman, Panglima TNI Jenderal Moeldoko.
Lebih lanjut Djoko Suyanto mengungkapkan banyak organisasi Islam
baik yang garis keras maupun moderat tidak setuju keberadaan paham Negara Islam
Irak dan Suriah atau Islamic State Of Iraq and Syiria (ISIS) di Indonesia.
Lebih lanjut
Djoko katakan, Pemerintah mengapresiasi sikap tokoh agama dan ulama serta
masyarakat yang memberikan indikasi kewaspadaan yang sangat tinggi terkait
ISIS. Khususnya respon kepedulian tokoh agama tentang keberadaan paham ini.
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.