Sebenarnya saya tidak
terlalu terganggu dengan diskusi yang dilakukan oleh pemuda Kalteng tentang
"DKI 1". Hanya saja menurut saya masih banyak permasalahan di Kalteng
sendiri yang belum tuntas dan belum jelas solusinya apa.
Beberapa hari ini,
pemberitahuan di facebook ramai dengan status terkait pencalonan untuk Calon
Gubernur Jakarta, diskusi telah sampai pada pertarungan gagasan antara
Islam-Kristen-Pribumi-China. Masih sibuk seputar hal itu dan belum sampai pada
visi misi calon.
Bagus memang jika diskusi
itu memang benar-benar diarahkan, bukan hanya perang status di facebook.
Apalagi jika diarahkan pada ruang lingkup yang lebih besar.
Oke... Saya tidak ingin
membahasnya lebih jauh tentang hal ini, hanya saja saran saya terkhusus kepada
Pemuda Kalteng, jangan terlalu sibuk berdebat tentang DKI 1 yang ujung-ujungnya
menimbulkan SARA. Terlepas masalah agama saya tidak ingin jauh membahasnya.
Begini, permasalahan di
Kalimantan Tengah yang masih belum jelas solusinya masih banyak. Salah satunya
terkait larangan membakar lahan bagi petani. Karena kita tahu bahwa sejak dulu
suku Dayak di Kalteng selalu menggunakan metode membakar hutan untuk bertani.
Kini, pemerintah lebih
serius tentang pelarangan ini. Tindakan penangkapan sudah pernah terjadi kepada
petani yang kedapatan membakar lahannya. Memang pada saat ini pemerintah juga
tengah serius membahas solusinya, namun masih belum dirasakan dampaknya bagi
petani Kalteng.
Kenapa harus dibakar?
Lahan gambut kalau tidak
dibakar perbedaan kesuburanya beda. Biasanya lahan yang dibakar tidak
memerlukan pupuk lagi sebagai penyubur. Dan lagi, petani Kalteng belum pernah
mempraktekkan lahan gambut dengan tidak dibakar (jikapun ada, berarti saya
belum tahu), kemudian ada juga lahan perbukitan, biasaya tanahnya keras, bukan
hal yang mudah untuk kemudian di olah dan bisa menjadi lahan pertanian.
Bagaimana Sikap
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah?
Mengutip apa yang
dikatakan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Siun Jarias dilangsir dari
situs http://www.dprd-kaltengprov.go.id/
mengatakan, larangan membakar ini bagaikan buah simala kama, karena membakar
lahan itu adalah hal yang kontra produktif dengan per UU, Peraturan, Ketentuan
di Republik ini, termasuk di Kalteng serta lingkungan hidup.
Disisi lain di Kalteng
ada persoalan, karena dari 1.068 desa di Kalteng ini. Ada sekitar 1000 desa
yang masih ada petani lahan kering atau ladang berpindah yang tidak ada cara
lain selain membakar untuk membersihkan lahannya, sehingga solusinya tidak
cukup hanya dengan pembukaan sawah seluas 17.300 Ha itu, lalu persoalan itu
selesai.
Baca Juga:
Pemuda Kalteng Jangan Sibuk Diskusi Pilkada DKI (Bag.2)
Pemuda Kalteng Jangan Sibuk Diskusi Pilkada DKI (Bag.3)
Baca Juga:
Pemuda Kalteng Jangan Sibuk Diskusi Pilkada DKI (Bag.2)
Pemuda Kalteng Jangan Sibuk Diskusi Pilkada DKI (Bag.3)
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.