Tengah ramainya kasus
korupsi yang melanda Indonesia membuat salah satu pemuda putra daerah
Kalimantan Tengah angkat bicara. Ali Al Arobi salah satu aktivis yang aktif di Karangtaruna
Kelurahan Panarung Kota Palangka Raya mengungkapkan “Hari Sumpah Pemuda telah lama berakhir,
namun semangat Pemuda harusnya tak pernah luntur ditelan waktu. Ikrar satu
bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa persatuan diucapkan oleh para tokoh
pemuda Indonesia dari berbagai organisasi dan daerah masa penjajahan dulu yang
kemudian menginspirasi kemerdekaan Indonesia”, ungkapnya kepada Redaksi Kamis (23/1).
Tambahnya lagi “seperti
halnya Seogondo, Muhammad Yamin, Amir Sjarifudin, A. K. Gani, WR. Supratman
serta tokoh-tokoh muda lainnya berhasil meletakkan dasar kabangsaan yang sejak
lama dihalang-halangi oleh kolonial Belanda,” paparnya.
Jelasnya lagi “ saya
teringat apa yang pernah dipelajari di bangku SMA, Hendrikus Colijn, Menteri
Urusan Daerah Jajahan, yang kemudian menjadi Perdana Menteri Belanda, sekitar
tahun 1927-1928, pernah mengeluarkan pamflet yang menyebut Kesatuan Indonesia
sebagai suatu konsep kosong. Katanya, masing-masing pulau dan daerah Indonesia
ini adalah etnis yang terpisah-pisah sehingga masa depan jajajahan ini tak
mungkin tanpa dibagi dalam wilayah-wilayah. Namun M. Yamin dkk menjawab dengan
ikrar dan tekad persatuan. Tokoh-tokoh muda ini pula yang pada akhirnya
benar-benar memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945”, ungkapnya dengan semangat.
Terangnya lagi “Setelah
sekian tahun Indonesia merdeka , heroisme muda tersebut nampak nyaris lenyap
ditelan waktu. Jamak terlihat saat ini, mimpi generasi muda yang sungguh
berbeda dengan era Muhammad Yamin. Tokoh-tokoh muda bangsa yang dulu penuh
kesederhanaan, sekarang menjadi tokoh-tokoh muda yang penuh skandal korupsi dan
moralitas. Pemimpin-pemimpin muda yang dulu penuh cita dan idealisme, saat ini
berganti menjadi penuh keserakahan dan mudah dibeli, seperti halnya Gayus
Tambunan dan Nazarudin”.
Lalu sanggupkah kita melawan
keadaan? Anak-anak muda yang senantiasa beriringan di jalan dan bawah jembatan?
Memperjuangkan keyakinan akan keadilan dan nasib sipapah yang kalah dan tak sanggup melawan? Semuanya
bergantung kepada kita! Kenanglah M. Yamin dkk yang saat itu hanyalah
segelintir dari pemuda Indonesia yang memperoleh kesempatan mengenyam
pendidikan Belanda, namun enggan terlena dan justru melawan. Kenanglah soekarno
dan hatta, berulang kali diasingkan disaat generasi mereka belum punya
kesadaran. Kaum muda ditakdirkan menjadi trigger,
dan pemicu tersebut memang selalu hanya segelintir, minoritas kretaif yang tak
pernah mau diam. Lalat penggangu, begitu plato mengumpamakan, untuk
mendiskripsikan semangat anti kemapanan yang senantiasa hadir dalam semangat
muda. (dyn)
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.