Oleh : Ilham Handika, M.Pd
Dosen Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Jika kita ibaratkan sistem pendidikan dengan
sebuah rumah, maka pendidikan dasar merupakan pondasi bagi sistem pendidikan
kita. Jika ingin membangun rumah yang kokoh dan dan mampu bertahan lama maka
pondasi yang kokoh merupakan suatu keniscayaan. Begitu pula dengan pendidikan,
jika ingin mendapatkan sistem pendidikan yang kuat dan mampu bertahan dalam
menjawab tantangan ke depan maka perbaikan atau saya lebih suka menyebut
perubahan paradigma terhadap pendidikan dasar merupakan suatu hal yang sangat
mendesak.
Perubahan paradigma yang dimaksud adalah segala
macam kekeliruan-kekeliruan baik secara konsep maupun praktik terhadap
pendidikan dasar. Secara konsep kesalahan mulai dari mendefinisikan pendidikan
dasar, kesalahan dalam melihat peserta didik secara menyeluruh dan guru yang
mengajar di pendidikan dasar. Dari segi praktik, dapat dilihat dari metode
pengajaran yang berpusat pada guru, tidak ada inovasi-inovasi dalam proses
pembelajaran, kesalahan lainnya dalam tata kelola pendidikan dasar mulai dari
manajemen sekolah, guru dan peserta didik.
Selanjutnya mengapa hal ini mendesak? Banyak
alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sebut saja yang umum kita lihat
dimasyarakat bahwa pendidikan kita jauh tertinggal, dengan malaysia saja yang
dulu meminta guru dari indonesia sekarang sudah jauh lebih baik. Ini dibuktikan
dengan IPM malaysia lebih baik dari Indonesia. Secara khusus dapat dijawab
dengan makin besarnya tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh bangsa ini,
pendidikan yang merupakan pilar untuk mencerdasakan kehidupan bangsa saat ini
jauh panggang dari api.
Pendidikan dasar yang merupakan akar dari
pendidikan kita harus di ubah cara pandangnya. Pendidikan dasar harus menjadi
perhatian semua pihak. Anggapan saya adalah jika pendidikan dasar sudah berkualitas
maka dengan sendirinya permasalahan pendidikan diatasnya seperti pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi akan lebih muda untuk diselesaikan. Pendidikan
dasar sejatinya adalah ruang bagi peserta didik untuk bermain, belajar
menemukan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Teori konstruktivis menyatakan bahwa peserta
didik sudah memiliki pengetahuan awal tinggal bagaimana pengetahun-pengetahuan
yang masih mentah itu dimatangkan oleh guru. Lebih tepatnya guru sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, yang menjadi fokus
perubahan paradigma adalah proses belajarnya. Kita, siapapun, jangan pernah
mengagggap peserta didik adalah mereka yang tidak tahu apa-apa, kita sebagai
guru jangan bersikap paling pintar dan menjadi sumber pengetahuanm, ini kritik
kepada guru-guru yang masih menggunakan cara mengajar seperti itu. Vygotsky dan
Bruner lewat zone of proximal development-nya dan scafolding menyatakan bahwa
peserta didik membutuhkan orang-orang disekitarnya untuk mengembangkan pengetahuannya.
Lebih tepatnya menjembatani peserta didik dalam mencari dan menemukan solusi
pada permasalahan yang dihadapi. Biarkan peserta didik berkreasi dan berpikir
sendiri terlebih dahulu lalu kemudian menemukan. Walaupun hal ini sepertinya
sulit namun inilah awal untuk ke depan yang lebih baik.
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.